Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Daring (WEBINAR) #EPISODE 1200 PROPAKTANI
Mewujudkan Swasembada Pangan
Swasembada pangan merupakan salah satu perwujudan kemandirian bangsa untuk memantapkan system pertahanan dan keamanan negara, yang menjadi salah satu butir Astacita sebagai misi Presiden 2025-2029. Mencapai swasembada pangan, energi dan air menjadi salah satu program prioritas presiden diantara 17 program lainnya. Upaya mencapai swasembada pangan didukung oleh program hasil terbaik cepat (quick wins) mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Tantangan peningkatan produksi untuk mencapai swasembada pangan yang memerlukan inovasi teknologi diantaranya stagnasi produksi, dampak negative perubahan iklim, dan terjadinya penurunan kualitas/degradasi kesuburan lahan. Rendahnya kesejahteraan petani menghambat regenerasi petani, sehingga aging farmer proporsinya semakin meningkat, ditambah pengusahaan lahan sempit (<0,5 ha), sangat memerlukan dukungan kelembagaan untuk mewujudkan swasembada pangan. Propaktani episode 1200 yang diorganisir oleh APPERTANI membahas topik: Mewujudkan Swasembada Pangan, sesuai astacita Kabinet Merah Putih. Sebagai moderator webinar episode ini adalah Prof. Dr. Ir. Irsal Las, M.S., Ketua dan Tim Pakar APPERTANI Bidang Agroklimat, Kebijakan Sumberdaya Lahan dan Lingkungan.
Prof. Dr. Soemarno, M.Sc., Pakar Pemuliaan Tanaman Pangan APPERTANI, menyampaikan topik:” Teknologi Revolusi Hijau Lestari Untuk Maksimasi Produksi Padi Mendukung Swasembada Beras”. Teknologi Revolusi Hijau (TRH) Padi yang mengandalkan varietas unggul berbatang pendek, anakan banyak, responsif pupuk Nitrogen dosis tinggi, umur genjah, dan hasil gabah tinggi, telah berhasil meningkatkan produksi beras nasional 300% dari 7-8 juta ton (tahun 1960) menjadi 30-31 juta ton (tahun 2000-an). Dampak positifnya kecukupan bahan pangan lebih terjamin, harga beras terjangkau, penyakit busung lapar dan beri-beri hilang. Beberapa kritik terhadap adopsi TRH adalah keberlanjutan produksi padi terancam, tanah sawah rusak karena petani meninggalkan pupuk organic. Ketergantungan petani terhadap sarana dari luar usahatani (benih, pupuk, pestisida/herbisida) menyebabkan biaya produksi mahal dan ketergantungan petani pada uang tunai. TRH Lestari dianjurkan untuk mengurangi dampak negative TRH agar produksi padi berkelanjutan, diantaranya dengan pemberian bahan organic, rotasi tanaman dengan palawija, pengembalian limbah jerami, pergiliran varietas setiap 3-4 tahun, penggunaan pestisida dan herbisida yang bijaksana apabila diperlukan.
Prof. Dr. Ir. Hasil Sembiring, M.Sc., Pakar Hidrologi dan Ilmu Tanah APPERTANI/BRIN menyampaikan materi dengan topik: “Strategi Mewujudkan Swasembada Beras” . Produksi padi dalam negeri mengalami penurunan, sampai pada kondisi antara produksi dan kebutuhan sama pada tahun 2023, sehingga dilakukan import 3,5 juta ton untuk menghindari gejolak harga beras. Pada tahun 2024 dan rencana produksi tahun 2025 diharapkan produksi dalam negeri melebihi 1-2 juta ton dari kebutuhan. Indonesia memiliki berbagai agro-ekosistem untuk tanam padi yaitu lahan: irigasi, tadah hujan, kering-gogo, air dalam dan lahan pasang surut. Kabinet Merah Putih mencanangkan peningkatan produksi untuk mencapai swasembada pada tahun 2027, tahun berikutnya bisa ekspor, dan pada akhir periode di tahun 2029 tercapai sebagai lumbung pangan. Strategi peningkatan produksi yang akan dilakukan meliputi: 1) peningkatan luas panen dengan teknologi ramah lingkungan; 2) peningkatan produktivitas yang efisien; 3) menekan kehilangan hasil dan meningkatkan efisiensi; dan 4) penurunan konsumsi per capita vs diversifikasi pangan. Strategi peningkatan produksi memerlukan komitmen semua stakeholder dari pimpinan tertinggi sampai dengan staf terbawah. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kesejahteraan petani, kondisi lingkungan yang lebih baik, dan produksi pangan yang bergizi.
Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, M.S., Tim Pakar APPERTANI dalam Bidang Kebijakan Pangan dan Pertanian yang juga Guru Besar Ekonomi Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, menyampaikan materi dengan topik: “Dukungan Kelembagaan untuk Mewujudkan Swasembada Pangan”. Sejak Indonesia merdeka, setiap pemerintahan menempatkan pencapaian swasembada pangan menjadi salah satu prioritas utama tujuan pembangunan nasional. Swasembada pangan adalah upaya pemenuhan seluruh kebutuhan pangan masyarakat dari produksi domestic (dalam negeri). Swasembada pangan dapat dibedakan menjadi all the time (sepanjang waktu) yaitu setiap saat dan di setiap daerah kebutuhan pangan masyarakat dipenuhi oleh/dari produksi domestic. Sedangkan swasembada on trend maknanya bahwa kebutuhan pangan dalam satu periode waktu tertentu (misal 1 tahun) dipenuhi sepenuhnya dari produksi domestik, tetapi ada penggalan waktu (missal saat paceklik atau gagal panen) pemenuhan pangan dari luar. Definisi pangan berbeda sesuai dengan Undang Undang No. 18/2012 (UU Pangan) bermakna sangat luas untuk segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, sedangkan menurut Perpres No 66/2021 hanya menyangkut beberapa jenis komoditas. Beras merupakan pangan pokok strategis, karena sangat mempengaruhi kondisi social, ekonomi dan politik. Swasembada pangan berdasarkan UU Pangan sangat sulit diwujudkan, namun swasembada pangan sesuai Perpres 66/2021 sangat mungkin diwujudkan. Sedangkan swasembada beras semestinya dapat dicapai. Sistem pangan dalam pencapaian swasembada meliputi: ketersediaan, keterjangkauan, pemanfaatan dan stabilitas. Penyediaan pangan dari produksi domestic dapat diupayakan dari peningkatan luas panen dan produktivitas serta percepatan penurunan food loss. Tantangan peningkatan produksi pangan berkelanjutan meliputi: 1) pengusahaan lahan sempit, 2) dampak negative perubahan iklim, 3) kompetisi pemanfaatan dan degradasi SDA, 4) kehilangan biodiversitas, 5) pandemi dan kelancaran rantai pasok. Petani skala kecil pelaku produksi pangan mempunyai peran sentral, perlu pemberdayaan melalui rekayasa kelembagaan untuk menjamin peneningkatan produksi pangan berkelanjutan, kesejahteraan petani, swasembada pangan nasional, dan keamanan nasional.