Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Daring (WEBINAR) #EPISODE 1152 PROPAKTANI
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan
Produksi padi dalam negeri pada periode 2018-2023 menurun mencapai -1,91%, sedangkan permintaan dalam negeri yang masih terus meningkat seriring dengan peningkatan jumlah penduduk, konsumsi yang relatif tinggi, ditengah dampak negatif perubahan iklim. Menurunnya produksi akibat berkurangnya luas areal panen dan juga menurunnya produktivitas. Dr. Suwandi, Dirjen Tanaman Pangan dalam sambutannya menginfomasikan bahwa Kementerian Pertanian sedang berupaya memperluas areal tanam dengan memanfaatkan lahan rawa dan pompanisasi, sertameningkatkan produktivitas dengan penggunaan benih varietas unggul berpotensi hasil tinggi, mekanisasi dan budidaya good agricultural practices (GAP). Propaktani episode 1152 yang diorganisir oleh APPERTANI membahas topik: Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan melalui upaya peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam di lahan rawa dan diversifikasi pangan sumber karbohidrat. Sebagai moderator webinar episode ini adalah Prof. Dr. Sjamsul Bahri, Sekretaris yang juga Tim Pakar APPERTANI.
Prof. Dr. M. Husein Sawit, Pakar Ekonomi Pertanian APPERTANI menyampaikan topik:” Perbenihan dan Penggilingan Padi Dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Padi, Produksi dan Kualitas Beras”, membahas produktivitas dan produksi padi, serta kualitas beras. Produktivitas padi dipengaruhi oleh penggunaan benih bermutu varietas unggul baru (VU). Kecepatan dan jumlah pelepasan VU diperkirakan semakin lambat pasca peleburan fungsi litbang dari Kementan ke BRIN, padahal VU harus diganti 5-10 tahun. Perusahaan benih swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan penangkar benih skala kecil akan semakin sulit untuk mendapatkan benih sumber dari pemulia, sehingga banyak bergantung benih tidak bermutu, yang beresiko tinggi untuk pencapaian swasembada dimasa yang akan datang. Disamping perubahan iklim merupakan kondisi lingkungan yang sangat mempengaruhi aktualisasi potensi hasil VU. Industri beras nasional ditopang oleh industry pasca panen yang lemah, kebanyakan Penggilingan Padi Skala Kecil (PPK) menyebabkan kehilangan hasil besar, setara 2,8 juta ton beras pada periode 2018-2023, serta tidak dapat memenuhi preferensi beras konsumen. Disarankan perlu dirancang bentuk kerjasama agar produk beras pecah kulit PPK digunakan sebagai input antara Penggilingan Padi Skala Besar (PPB), tidak berebut menyerap gabah agar tidak mematikan PPK dan tidak membuat harga gabah bergejolak.
Prof. Dr. Ir. Muhammad Noer, MS. Periset BRIN dan Tim Pakar APPERTANI dalam Bidang Tata Kelola Air Lahan Rawa menyampaikan materi dengan topik: “Diskursus Pengelolaan Air Dalam Budidaya Padi Di Lahan Rawa”. Lahan rawa yang tersedia untuk pertanian 7,5 juta ha dari potensi 19,1 juta ha, sedangkan yang telah fungsional hanya 1,8 juta ha. Teknologi pengelolaan lahan rawa terus berkembang, namun implementasinya belum sepenuhnya berhasil. Pengelolaan air lahan rawa sangat penting untuk memecahkan masalah kekeringan dan instrusi air laut pada musim kemarau, serta kemasaman dan keracunan pada musim hujan maupun kemarau. Pengeloaan air dan penataan lahan sesuai tipologi lahan sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman di lahan rawa, disamping pola tanam, system tanam, mekanisasi, pengelolaan kesuburan tanah rawa, pemilihan varietas toleran pasang surut dan lebak. Pengelolaan air di lahan rawa memerlukan dukungan sarana dan prasarana infrastruktur yang cukup dan tepat. Disamping itu, Peningkatan produksi padi di lahan rawa perlu dukungan kebijakan program dan anggaran baik pusat/daerah yang bersifat tuntas dan multiyears
Dr. Achmad Rachman, MSc, Tim Pakar APPERTANI Bidang Sumberdaya Lahan Pertanian dan Direktur Eksekutif Masyarakat Singkong Indonesia menyampaikan materi dengan topik: “Peningkatan Produksi Singkong dan Pengembangan Industrinya”. Impor beras untuk memenuhi cadangan beras pemerintah meningkat mencapai 3 juta ton pada tahun 2023, ditengah kondisi kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia dan adanya pembatasan ekpor beras oleh negara produsen beras seperti India. Diversifikasi pangan berdasarkan kearifan lokal sangat mendesak untuk dilakukan agar konsumsi beras berkurang. Sinkong memiliki keunggulan sebagai sumber karbohidrat oleh karena adaptasinya luas, investasi usaha rendah, climate change ready, efisiensi hara tinggi, produk turunan bernilai ekonomi tinggi dan sumber pangan sehat karena memiliki indeks glikemik rendah. Indonesia sebagai negara produsen singkong kedua di ASEAN setelah Thailand dan produsen singkong ke-4 di dunia setelah Nigeria, Kongo dan Thailand perlu mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan ubi kayu.