Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Daring (WEBINAR) #EPISODE 1085 PROPAKTANI

Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Daring (WEBINAR) #EPISODE 1085 PROPAKTANI
Mengoptimalkan Potensi Lahan Kering

Produksi pangan dalam negeri Indonesia harus terus ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya untuk mencapai kemandirian pangan, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang pada tahun 2024 telah mencapai 281 juta jiwa dengan keanekaragaman konsumsi yang masih rendah. Propaktani episode 1085 yang diorganisir oleh APPERTANI merupakan salah satu upaya peningkatan produksi pangan dalam negeri dengan mengoptimalkan potensi lahan kering. Dr. Suwandi, Dirjen Tanaman Pangan dalam keynote speechnya menguraikan bahwa lahan kering dengan potensi sepertiga (1/3) wilayah Indonesia perlu dipenuhi kebutuhan airnya, teknologi budidaya dan mekanisasi agar produktivitasnya meningkat. Sebagai moderator webinar episode ini adalah Prof. Dr. Ir. Irsal Las, MS, Ketua dan pakar APPERTANI Bidang Agroklimat, Kebijakan Sumberdaya Lahan dan Lingkungan.

Prof. Dr. Ir. Sukarman, MS., Peneliti BRIN yang juga Tim Pakar Ilmu Tanah APPERTANI menyampaikan topik:Lahan Kering : Karakteristik dan Potensinya untuk Pengembangan Tanaman Pangan”. Peningkatan produksi pangan memerlukan perluasan lahan, salah satunya yang dapat dimanfaatkan adalah lahan kering. Lahan kering (LK) adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang, atau tidak digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu. Luas lahan kering di luar pemukiman/perkotaan, tubuh air mencapai 144,5 juta ha dataran  rendah, dataran tinggi, iklim basah, iklim kering, tanah masam dan tidak masam. Potensi lahan kering untuk pertanian tanaman pangan, tanaman sayuran dataran tinggi, tanaman tahunan dan penggembalaan ternak mencapai luasan 99,7 juta ha terluas di Kalimantan, Sumatera, dan Papua dengan luasan lebih dari 10 juta ha. Kesesuaian lahan kering untuk pengembangan areal 9 komoditas strategis tanaman pangan telah dipetakan dengan skala 1:50.000. Evaluasi  kesesuaian lahan telah berhasil membuat kelas kesesuaian lahan dari kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2, sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N) untuk komoditas tertentu.

Prof. Dr. Ir. Suyamto,  Tim Pakar APPERTANI Bidang Budidaya Tanaman, menyampaikan materi dengan topik: “Strategi Pengelolaan Terpadu Lahan Kering Mendukung Peningkatan Produksi Tanaman”. Alih fungsi lahan basah/subur terus berlangsung setiap saat diperkirakan  mencapai 100 rb ha/th. Pemanfaatan lahan kering sangat strategis dan harus dipandang sebagai upaya penting pemerintah dalam  perluasan lahan dan pemerataan pembangunan pertanian. Teknis pengelolaan lahan kering dan operasional kebijakan harus berdasarkan karakteristik dan permasalahan lahan kering. Pengelolaan terpadu lahan kering (PTLK) meliputi: (1) Pengadaan dan/atau pemanfaatan air secara efisien/optimal; (2) Pengolahan tanah konservatif; (3) Penanaman jenis dan varietas tanaman efisien penggunaan air; (4) Sistem tanam terpadu dan konservatif; (5) Pemupukan organic dan anorganik sesuai kebutuhaan tanaman; (6) Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan (7) perlu adanya  dukungan/kebijakan pemerintah sebagai komponen yang tidak terpisahkan dari teknologi pengelolaan lainnya.

Dr. Achmad Rachman, M.Sc, Tim Pakar Sumber Daya Lahan Pertanian APPERTANI dan Asesor Pertanian Organik menyampaikan topik: “Teknologi konservasi dan inovasi mewujudkan pertanian lahan kering berkelanjutan”. Lahan kering mempunyai potensi besar untuk pemenuhan produksi mencapai kemandirian pangan sesuai amanat UU No.18 Tahun 2012 tentang pangan, apabila dilakukan dengan mengindahkan aspek konservasi lahan. Pertanian konservasi suatu sistem pengelolaan lahan berkelanjutan yang dapat memperbaiki kualitas tanah dan pada waktu yang bersamaan meningkatkan produktivitas tanaman, menyimpan karbon dalam tanah, dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Komponen utamanya adalah: (1) Pengolahan tanah minimum; (2) Pengembalian sisa tanaman ke lahan sebagai mulsa; (3) Rotasi/tumpangsari tanaman dan (4) Pengelolaan hara terpadu. Integrasi keempat komponen tersebut untuk mentransformasikan sistem tanpa olah tanah ke model pertanian konservasi.