Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Daring (WEBINAR) #EPISODE 956 PROPAKTANI
INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN
Peningkatan hasil atau produktivitas tanaman ditentukan oleh faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman paling kritis seperti sinar matahari, suhu udara, kelembapan tanah, kesuburan kimia tanah (ketersediaan hara tanaman) yang disebut sebagai faktor pembatas sesuai hukum Leibig. Pada Webinar Episode 956 APPERTANI mendapat kesempatan mengorganisir webinar dengan topik Inovasi Teknologi Pertanian untuk meminimalisir dampak negatif faktor pembatas.
Sebagai moderator webinar episode ini adalah Prof. Dr. Hasil Sembiring, Tim pakar Hidrologi dan Ilmu Tanah APPERTANI, peneliti aktif BRIN. Dalam sambutannya Dr. Suwandi, Dirjen Tanaman Pangan mengakui bahwa inovasi teknologi berkontribusi nyata untuk peningkatan produktivitas tanaman, terlebih dalam menghadapi kejadian anomali iklim. Lahan rawa salah satu sumber pertumbuhan produksi manakala El-Nino terjadi, yang menyebabkan kekeringan.
Prof. Dr. Ir. Subandi Tim Pakar Budidaya Tanaman Pangan APPERTANI berasal dari keluarga petani, selama aktif sebagai aparatur sipil negara adalah peneliti yang juga pernah merangkap sebagai kepala UPT Badan Litbang Pertanian. Bertani bagi Prof. Subandi adalah untuk menyalurkan hobi, berhibur diri, rekreasi yang alami, keinginan berbuat sesuatu untuk membantu petani menerapkan teknologi budidaya jagung dari pengalaman penelitian dan manajerial untuk menyiasati kelangkaan pupuk. Penggunaan Gipsum dilakukan untuk mengurangi kehilangan pupuk urea melalui volatilisasi amoniak (NH3), disamping sebagai sumber hara S dan Ca. Aplikasi garam kosok dapat menggantikan peranan K dalam proses keseimbangan kation dan anion di dalam sel, disamping meningkatkan aktifitas organisme/mikroorganisme tanah dalam perombakan bahan organik, fiksasi nitrogen udara non simbiotik dan penyediaan hara fospat.
Prof. Dr. Ir. Mukhlis, Tim Pakar APPERTANI Bidang Kesuburan dan Mikrobiologi Tanah yang masih aktif sebagai peneliti BRIN, menyampaikan topik Pupuk Hayati: Aplikasi dan Prospek Pengembangan di Lahan Rawa dalam Upaya minimalisir faktor pembatas kesuburan lahan rawa diantara permasalahan lahan rawa lainnya seperti tanah masam, serangan organisme pengganggu tanaman sehingga produktivitas lahan rawa rendah. Pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang berperan meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi kebutuhan pupuk organik, dan dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Pupuk hayati tunggal hanya mengandung satu jenis atau strain mikroba/organisme, apabila mengandung lebih dari satu jenis atau strain mikroba/organisme disebut pupuk hayati majemuk. Inovasi teknologi pupuk hayati untuk lahan rawa yang telah siap digunakan seperti Biotara, Marahati, Rhizwa. Tantangan pengembangan teknologi pupuk hayati di lahan rawa untuk meyakinkan petani diantaranya efektivitas tidak terlihat lansung, dan masa hidup isolate singkat.
Prof. Dr. Ir. Muhammad Noor, Tim Pakar APPERTANI Bidang Tata Kelola Air Lahan Rawa yang juga masih aktif sebagai peneliti BRIN,menyampaikan topik: Pengelolaan Air dan Kesuburan Tanah Lahan Rawa untuk Tanaman Pangan dalam menangani faktor pembatas kuantitas dan kualitas air, serta kesuburan tanah. Lahan rawa didalamnya termasuk lahan gambut merupakan salah satu sumber pertumbuhan produksi tanaman pangan.
Indonesia negara ke-4 di dunia dari 80 negara yang memiliki lahan gambut, yang tersebar di tiga pulau besar Sumatra, Kalimantan dan Irian Barat. Permasalahan dalam pengembangan lahan rawa: 1) pasang tidak meluapi semua lahan dan lama genangan terbatas; 2) kekeringan dan instrusi air laut, dan 3) kemasaman dan keracunan baik pada saat musim hujan maupun kemarau. Dalam upaya pengelolaan air telah dikembangan, system tabat-Taralesa, polder alabio system pompanisasi, polder Topi-Koki, system polder mini yang dapat meningkatkan indek panen (IP), peningkatan produktivitas, konservasi air untuk menanggulangi cekaman kekeringan. Perbaikan kesuburan tanah adapat dilakukak dengan: 1) penggenangan (Continues ata uIntermeten); 2) Pelindian (Leaching);3) Pengapuran (Kalsit/Dolomit); 4) Pemupukan (NPK/Kompos/Pukan/Pupuk Hayati/Biochart). Pengembangan lahan rawa telah dimulai pada awal kolonisasi Belanda dengan kerja paksa, pada masa kemerdekaan melalui transmigrasi, P4S, PLG Sejuta Hektar. Peningkatan produksi padi di lahan rawa perlu dukungan kebijakan program dan anggaran baik pusat/daerah yang bersifat tuntas dan multiyear.