Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Daring (WEBINAR) #EPISODE 895 PROPAKTANI

Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Daring (WEBINAR) #EPISODE 895 PROPAKTANI

PERTANIAN ORGANIK

Revolusi Hijau (RH) mulai diterapkan di Indonesia pada tahun 1960-an dalam bentuk paket teknologi Panca Usaha Tani, utamanya penggunaan varietas unggul baru, pupuk kimia dan pestisida organik sintetik, didukung Gerakan Bimbingan Massal (BIMAS). Adopsi RH berhasil meningkatkan produksi padi, sehingga merubah status dari negara importir menjadi negara yang berhasil berswasembada beras, yang diakui oleh FAO untuk pertama kali pada tahun 1984. Pasca swasembada produksi padi menghadapi masalah seperti, produktivitas melandai, penggunaan eksternal input pupuk dan pestisida kimia berlebihan, dikhawatirkan akan sulit untuk menyediakan pangan sehat, mensejahterakan petani, mengurangi emisi gas rumah kaca, menjaga kelestarian lingkungan dan mematuhi free trade agreement, WTO rule dan lainnya. Pada Webinar Episode 895, APPERTANI mendapat kesempatan mengorganisir webinar dengan topik Pertanian Organik untuk memenuhi tuntutan tersebut diatas. Sebagai moderator webinar episode ini adalah Prof. Dr. Sofyan Iskandar, pakar peternakan APPERTANI.

Dr. Achmad Rachman, M.Sc, Tim Pakar Sumberdaya Lahan  APPERTANI yang juga Asessor Pertanian Organik menyampaikan topik Pertanian Organik Suatu Tuntutan Dimasa Depan. Beliau menekankan bahwa kunci utama keberlanjutan ketahanan pangan ada pada kemampuan pengelolaan carbon “C” . Bahan organik tanah  mempengaruhi kualitas tanah, menjadi salah satu penentu kualitas lingkungan, yang pada ujungnya menentukan keberlanjutan pertanian. Revolusi Hijau sebagai Revolusi Pertanian (RP) III, setelah RP I periode neolitic dan RP II periode historic yang menyebakan ketergantungan pada input eksternal, pupuk anorganik dan pestisida yang terus meningkat dengan segala dampak negatifnya, kedepan perlu kembali ke alam dengan Evergreen Revolution melalui penerapan pertanian organik (PO). Pertanian organik telah menerapkan konsep ekonomi sirkular sebagai alternatif dari ekonomi linear melalui penerapan daur ulang dan zero waste. Pertanian organik menerapkan SNI 6729:2016 dan harus mendapatkan sertifikat untuk memperjual beli produk organik.

Prof. Dr. Ika Djatnika, Pakar Penyakit Tanaman, Tim Pakar APPERTANI menyampaikan topik Bahan Alami sebagai Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pestisida Hayati pada Tanaman Mendukung Pertanian Organik, sebagai langkah menghadapi pupuk maupun pestisida kimia sintetis yang semakin langka dan mahal, disamping tuntutan global clean and green dan pemberlakuan ISO 1400 tentang jaminan kesehatan produksi. Pupuk organik yang telah digunakan a.l.: 1) Pupuk organik kotoran hewan (Kohe): kuda, sapi, kambing, ayam, domba, kascing, kotoran lalat tentara hitam; 2) sisa tanaman; 3) sampah rumah tangga, pasar, limbah ikan; 4) serasah untuk mulsa. Pupuk organik telah digunakan untuk untuk sayuran dan padi. Pupuk hayati mengandung mikroorganisme yang dapat berfungsi sebagai: 1) penambat nitrogen dari udara, 2) peluruh posfat, 3) peluruh kalium, 4) peluruh bahan organik, 5) sebagai fitohormon dan 6) agen pengendali hayati (pestisida hayati).

Dr. Ir. Sri Rochayati, M.Sc. Pakar Kesuburan Tanah, Tim Pakar APPERTANI menekankan kembali bahwa kini saatnya mewujudkan pertanian organik dalam mensiasati problema pupuk kimia. Revolusi hijau yang diterapkan pemerintah berhasil membawa Indonesia mencapai swasembada beras, namun menyebabkan ketergantungan terhadap pupuk kimia dan hampir melupakan penggunaan pupuk organik. Penggunaan pupuk kimia/anorganik tidak bijak (berlebihan) berdampak negatif terhadap produktivitas tanaman, lingkungan, dan kesehatan manusia. Sistem pertanian berbasis organik diharapkan dapat meningkatkan produksi dengan pertanian yang ramah lingkungan, meningkatkan kualitas dan kuantitias produksi, dan mengikuti tren gaya hidup “kembali ke alam”. Pertanian organik sesuai dengan SNI 6729:2016 dirancang untuk: 1) mengembangkan keanekaragaman hayati dalam sistem secara keseluruhan; 2) meningkatkan aktivitas biologis tanah;3) menjaga dan mendaur ulang limbah yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Pertanian organik tidak memberikan reaksi instan pada meningkatkan hasil-hasil pertanian, tetapi  dalam jangka panjang memberikan solusi bagi tersedianya bahan pangan yang sehat dan sebagai kiat pemecahan masalah  praktis bagi para petani yang  terkendala dengan ketersediaan pupuk kimia.