Policy Brief dan Rekomendasi Kebijakan Terkait Reorientasi R&D Pertanian

Policy Brief dan Rekomendasi Kebijakan Terkait Reorientasi R&D Pertanian

REORIENTASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUBLIK UNTUK  MEWUJUDKAN SISTEM PANG AN DAN PERTANIAN YANG LEBIH RESILIEN DAN BERKELANJUTAN

Bahan disiapkan oleh:Tahlim Sudaryanto, Achmad Suryana, Iqbal Rafani, Wahida, Helena J. Purba, Rangga Ditya Yofa, Sheila Savitri

PENDAHULUAN

  1. Pertanian merupakan sektor kunci bagi perekonomian Indonesia dalam hal pencapaian ketahanan pangan dan gizi, peningkatan kesejahteraan petani, dan pengentasan kemiskinan. Sektor ini juga berperan sebagai pendukung pertumbuhan perekonomian daerah dan sektor industri. Dalam menjalankan perannya tersebut, sektor pertanian dihadapkan pada berbagai tantangan seperti semakin terbatasnya ketersediaan dan kualitas sumber daya alam untuk perluasan usaha, dampak perubahan iklim yang intensitas dan frekuensinya semakin sulit diprediksi, serta meningkatnya kesadaran perlunya menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Tantangan tersebut dalam tahun-tahun terakhir diperberat dengan terjadinya pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik di berbagai bagian dunia, utamanya di Ukraina. Menghadapi semua tantangan tersebut, sektor pertanian tetap perlu tumbuh secara signifikan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan gizi masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat.  Salah satu kunci utama untuk menjamin hal itu adalah ketersediaan dan pemanfaatan teknologi dan inovasi pertanian secara berkelanjutan. Oleh karena itu, penciptaan teknologi dan inovasi di sektor pertanian melalui penelitian dan pengembangan (litbang) menjadi suatu syarat keharusan.
  2. Untuk mendalami isu tersebut, dilakukan kerja sama penelitian antara Syngenta Foundation for Sustainable Agriculture (SFSA) dan Aliansi Peneliti Pertanian Indonesia (APPERTANI). Topik kajian berjudul “Reorientasi Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pangan Publik dalam rangka Mewujudkan Sistem Pangan Berkelanjutan, Bergizi, dan Resilien terhadap Perubahan Iklim di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi prakarsa utama, tingkat pengeluaran, dan alokasi anggaran litbang publik (pemerintah) untuk pertanian; (2) menganalisis kesenjangan yang dihadapi petani berpenghasilan rendah dan konsumen yang tidak tertangani oleh sistem saat ini; dan (3) merumuskan rekomendasi kebijakan untuk transformasi manajemen litbang pertanian publik dan mengatasi kesenjangan tersebut.
  3. Metode kajian berupa studi literatur, analisis pengeluaran anggaran pemerintah dan alokasinya untuk pertanian, serta diskusi terfokus dan wawancara mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan. Dalam Policy Brief ini, disajikan  hasil temuan yang berkaitan dengan tiga topik utama, yaitu (1) transformasi manajemen litbang  pertanian; (2) pengelolaan anggaran dan hasil litbang pertanian publik; dan (3) kesenjangan yang dihadapi petani skala kecil dan konsumen pangan dalam pemanfaatan teknologi dan inovasi hasil litbang pertanian.

TRANSFORMASI MANAJEMEN LITBANG PERTANIAN

  1. Saat ini, sedang berlangsung restrukturisasi dan transformasi sistem litbang nasional, termasuk pertanian. Kegiatan litbang secara nasional ditransformasikan dari berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) menjadi terpusat dalam satu lembaga, yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sejalan dengan itu, untuk kegiatan litbang pertanian, proses transformasi tersebut dilaksanakan dengan dihapusnya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dari struktur organisasi Kementerian Pertanian dan pengalihan tenaga kelitbangan, utamanya para peneliti dan perekayasa dari Balitbangtan ke BRIN.
  2. Proses transformasi tersebut mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pasal 48 UU ini mengamanatkan bahwa untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi dibentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Pembentukan BRIN ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional. Proses transformasi litbang pertanian (tidak adanya lagi fungsi litbang di Kementerian Pertanian) diatur dalam Perpres Nomor 117 Tahun 2022 tentang Kementerian Pertanian. Keberhasilan transformasi sistem litbang pertanian ini dalam waktu relatif singkat sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan pertanian berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya untuk memantapkan peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional seperti dikemukakan di atas.

PENGELOLAAN ANGGARAN DAN HASIL UTAMA LITBANG PERTANIAN

  1. Rata-rata proporsi pengeluaran untuk litbang pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian selama periode tahun 2010-2020 sangat rendah, yaitu sebesar 0,135%, dengan tren pertumbuhan tahunan sekitar -3,25%. Angka ini jauh di bawah rata-rata global, yaitu sekitar 1% sampai 2% di negara-negara maju. Jumlah pengeluaran litbang pertanian nasional tahun 2020 adalah Rp1,04 triliun. Proporsi belanja litbang dalam total anggaran Kementerian Pertanian adalah sekitar 8%.
  2. Sampai tahun 2021, sebagian besar (lebih dari 90%) kegiatan litbang pertanian di Indonesia dilakukan oleh Balitbangtan. Sumber utama pendanaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sumber lain berupa hibah dan pinjaman, masing-masing sebesar 8,75% dan 0,54%. Anggaran litbang terbesar menurut jenis pengeluaran dialokasikan untuk pos kegiatan penelitian, dukungan teknis penelitian, dan kegiatan operasional serta pemeliharaan.
  3. Dalam kajian ini, pemanfaatan dan alokasi anggaran litbang di Balitbangtan dianalisis menurut empat tematik utama, yaitu  pemuliaan, teknologi budidaya, pasca panen, dan ketahanan pangan. Dalam periode 2015-2020 alokasi anggaran terbesar adalah untuk kegiatan pemuliaan (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan)  sebesar Rp22,87 milyar per tahun, atau 68,46% dari total pengeluaran. Dari total anggaran untuk kegiatan pemuliaan tersebut sebesar 52,31% dialokasikan untuk kegiatan pemuliaan tanaman pangan. Alokasi anggaran untuk penciptaan teknologi budidaya, pasca panen, dan ketahanan pangan masing-masing sebesar 29,61%, 7,68%, dan 8,78% dari total anggaran Balitbangtan (Tabel 1). Sementara itu, berdasarkan kajian dampak, alokasi anggaran litbang pertanian terpusat pada upaya untuk peningkatan produktivitas tanaman dan peternakan, yaitu sebesar 88,41% (Rp29,23 milyar/tahun), dengan proporsi terbesar dialokasikan untuk pemuliaan tanaman padi. Sementara itu, alokasi anggaran litbang yang berdampak pada perbaikan gizi masyarakat, resiliensi atas perubahan iklim, dan aspek keberlanjutan relatif rendah (Tabel 2).
  4. Pola alokasi anggaran litbang ini mengacu pada prioritas pembangunan pertanian dan pangan yang memfokuskan pada pemenuhan pangan bagi masyarakat secara mandiri dan berdaulat, dan posisi strategis padi/beras terhadap ekonomi, sosial, dan politik nasional. Upaya pencapaian swasembada pangan, khususnya beras, menjadi salah satu prioritas utama pembangunan ekonomi nasional, tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Alokasi anggaran untuk kegiatan litbang yang berdampak pada perbaikan gizi, peningkatan resiliensi terhadap perubahan iklim relatif rendah. Namun, melalui pendalaman lebih lanjut, ternyata dalam topik kegiatan pemuliaan dan peningkatan produktivitas tanaman dan hewan, ketiga aspek dampak tersebut juga menjadi komponen dalam paket kegiatan untuk peningkatan produktivitas tersebut.
  5. Selama 17 tahun (2005-2021) Balitbangtan telah menciptakan benih/bibit unggul baru untuk padi yang cocok di berbagai agroekosistem sebanyak 117 varietas, tanaman pangan lain (antara lain jagung, kedelai, kacang tanah, sorgum) 112 varietas, sayuran (antara lain bawang merah dan cabai) 62 varietas, aneka buah 84 varietas, tanaman perkebunan termasuk tanaman obat dan penyegar 130 varietas, dan bibit unggul ternak enam jenis. Beberapa paket teknologi telah dirakit yang ditujukan untuk perbaikan sistem usaha tani, perlindungan tanaman, pertanian berkelanjutan, teknologi pasca panen terutama untuk mendukung diversifikasi pangan dan pangan sehat, dan rekayasa alat dan mesin pertanian untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi.
  6. Hasil-hasil litbang pertanian menjadi salah satu faktor kunci dalam pencapaian tujuan pembangunan pertanian melalui penciptaan dan pemanfaatan teknologi dan inovasi pertanian. Hasil litbang pertanian tersebut menyumbang pada pencapaian ketahanan pangan yang dicirikan dengan pencapaian swasembada beras atau relatif kecilnya proporsi impor terhadap kebutuhan beras nasional, ketersediaan pangan dan sumber gizi yang beragam, peningkatan pendapatan petani dan stabilitas harga pangan strategis, peningkatan penerimaan ekspor hasil pertanian, dan penurunan proporsi penduduk di bawah garis kemiskinan.

KESENJANGAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI OLEH PETANI SKALA KECIL DAN PERMASALAHAN KONSUMEN PANGAN

  1. Tidak semua teknologi yang dihasilkan Balitbangtan diadopsi sepenuhnya oleh petani. Hal ini disebabkan oleh empat faktor, yaitu (1) potensi kenaikan keuntungan yang dijanjikan oleh teknologi unggul baru, (2) kecocokan teknis dan sosial dari teknologi introduksi dengan kebutuhan petani dan spesifik agroekosistem/lokasi, (3) kapasitas serta kemampuan petani skala kecil dalam mengimplementasikan teknologi, baik secara teknis maupun ekonomis, dan (4) ketepatan proses diseminasi teknologi kepada pengguna akhir/petani skala kecil,
  2. Berdasarkan Survei Antar Sensus (SUTAS) tahun 2018, jumlah rumah tangga petani di Indonesia sebanyak 27,68 juta unit, didominasi oleh petani kecil/ pertainan skala kecil. Proporsi rumah tangga dengan luas kepemilikan kurang dari 2,0 hektar (dikategorikan skala kecil) adalah 89,1%. Rata-rata ukuran kepemilikan lahan rumah tangga petani adalah 0,18 hektar lahan sawah dan 0,55 hektar lahan kering. Permasalahan yang dihadapi petani kecil dalam mengadopsi teknologi unggul baru untuk meningkatkan produktivitasm efisiensi, dan daya saing produk adalah: (1) Keterbatasan kepemilikan dan penguasaan sumber daya produktif; (2) kurangnya kemampuan dan kapasitas untuk mengakses dan menerapkan teknologi dan inovasi pertanian yang lebih baik; (3) terbatasnya kapasitas keuangan petani dan askes terhadap sumber permodalan untuk memperoleh dan menerapkan teknologi unggul baru; (4) terbatasnya akses ke pasar input dan output pertanian; dan (5) ketidakmampuan untuk memanfaatkan teknologi sesuai prinsip skala ekonomi.
  3. Permasalahan tersebut menyebabkan relatif rendahnya penerapan teknologi unggul baru di tingkat petani. Dampak dari kondisi ini adalah masih terjadi kesenjangan (gap) yang besar antara potensi yang dijanjikan teknologi unggul baru dalam hal peningkatan produktivitas dan efisiensi dengan realisasinya pada tingkat petani di lapangan. Sebagai contoh, potensi hasil per hektare beberapa varietas unggul padi sekitar 10,6 ton gabah kering giling (GKG), namun produktivitas rata-rata padi secara nasional tahun 2021 sebesar 5,7 ton GKG.
  4. Dengan menggunakan indikator kinerja Sustainable Development Goal (SDG) Nomor 2 (Tanpa Kelaparan), yaitu prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan (prevalence of undernourishment/PoU), skala pengalaman kerawanan pangan (Food Insecurity Experience Scale/FIES) dan Pola Pangan Harapan (PPH), selama 10 tahun terakhir ketahanan pangan dan gizi nasional membaik, namun pada tahun 2020 dan 2021 sempat terdisrupsi saat terjadi pandemi Covid-19. Penciptaan teknologi dan inovasi pangan dan pemanfaatannya oleh para petani skala kecil menyumbang pada pencapaian positif ini.
  5. Selama periode dua dekade terakhir (2000-2020), konsumsi pangan di tingkat rumah tangga telah mengalami perubahan ke arah konsumsi pangan yang lebih beragam bergizi seimbang dan peningkatan konsumsi makanan jadi dan makan di luar rumah. Pada tahun 2020. rata-rata konsumsi energi dan protein per kapita melebihi standar kecukupan untuk hidup sehat, aktif, dan produktif, yaitu lebih dari 2.100 kilo kalori/hari dan 57gram protein/hari. Namun, kelompok rumah tangga dengan pendapatan 40% terbawah masih mengonsumsi gizi di bawah standar kecukupan. Selain itu, masalah stunting pada anak balita masih cukup tinggi walau ada tren penurunan (tahun 2020 sebesar 24.7%). Pencapaian pemenuhan kecukupan pangan secara rata-rata salah satunya merupakan sumbangan dari pemanfaatan teknologi dan inovasi pertanian unggul. Sementara itu, masih  adanya 40% rumah tangga yang mengonsumsi pangan di bawah angka kecukupan, utamanya disebabkan oleh daya beli yang rendah.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

  1. Kesenjangan utama dalam litbang pertanian yang harus diatasi adalah: (1) pendanaan penelitian yang tidak memadai, sebagian besar pendanaan penelitan dari pemerintah, kemitraan dengan swasta dan fihak lain belum tertata baik; (2) alokasi anggaran belum proporsional antar komoditas dan bidang tematik dalam merespon tantangan baru; (3) masih adanya hambatan adopsi teknologi dan inovasi pertanian oleh petani kecil sehingga potensi peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing yang dimiliki oleh teknologi unggul baru belum terealisasi sepenuhnya; (4) terdapat rumah tangga kelompok pendapatan 40% terbawah yang mengonsumsi pangan (energi dan protein) di bawah standar kecukupan untuk hidup sehat, aktif dan produktif; dan (5) sistem diseminasi teknologi dan inovasi pertanian selama ini belum serpenuhnya tepat dan dengan adanya tranformasi litbang pertanian sistem diseminasi ini belum ditata semestinya.
  2. Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan peran litbang pertanian dalam perwujudan sistem pangan dan pertanian yang resilien dan berkelanjutan di tengah proses transformasi manajemen sistem riset dan inovasi nasional sebagai berikut (rincian lengkap rekomendasi kebijakan disajikan pada Lampiran 1):
  • Orientasi utama dari litbang pertanian tetap diarahkan untuk penciptaan teknologi dan inovasi pertanian yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi petani kecil/pertanian skala kecil, mengingat pertanian skala kecil menjadi tulang punggung pertanian Indonesia. Selain itu, untuk meningkatkan dampak hasil litbang pertanian dan pangan bagi kelompok rumah tangga 40% pendapatan terbawah dilakukan dengan mendesain program litbang yang dapat memperkuat ketahanan pangan dan gizi dan memperbaiki kapasitas konsumen pangan untuk mengakses dan mengonsumsi pangan bergizi seimbang dan aman.
  • Meningkatkan anggaran litbang pertanian secara bertahap guna meningkatkan kapasitas dalam menghasilkan teknologi dan inovasi unggul bagi pembangunan sistem pertanian dan pangan yang resilien dan berkelanjutan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Angka acuan untuk peningkatan alokasi anggaran tersebut minimal 0,56% dari PDB pertanian pada tahun 2030 dengan pertumbuhan tahunan sekitar 4,99%.
  • Diversifikasi sumber pendanaan untuk program litbang pertanian dengan mendorong investasi swasta yang lebih besar untuk kegiatan litbang pertanian. Salah satu upaya untuk merealisasikan hal ini ialah melalui pemberian insentif kepada swasta untuk melakukan kerja sama penelitian dengan pola kemitraan antara Organisasi Riset (OR) Pertanian dan Pangan BRIN dengan perguruan tinggi dan pelaku usaha (swasta/BUMN).
  • Meningkatkan porsi anggaran litbang pertanian dan pangan untuk penelitian komoditas bernilai tinggi secara ekonomis dan komoditas yang memiliki sumbangan besar bagi ketahanan pangan dan gizi, meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; serta bidang tematik yang mendorong terbangunnya sistem pangan yang resilien dan berkelanjutan.
  • Mengembangkan sistem diseminasi teknologi dan inovasi pertanian yang berorientasi pada pengguna akhir petani kecil/pertanian skala kecil, dengan membangun sinergi antara BRIN, Kementerian Pertanian, pemerintah daerah, serta kelompok masyarakat petani di lapangan. Dalam kaitan ini, karena Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kementerian Pertanian memiliki unit kerja di daerah/provinsi, maka terbuka kemungkinan BSIP menjadi semacam bridging institution untuk penyampaian teknologi dan inovasi pertanian dari sumbernya (BRIN, perguruan tinggi dan lembaga penelitian lain) kepada pengguna akhir/pertanian skala kecil.
  • Menciptakan platform koordinasi serta komunikasi antar OR di dalam BRIN dan antar BRIN dengan K/L lingkup sektor pangan dan pertanian untuk secara periodik menetapkan prioritas (setting priority) agenda litbang pangan dan pertanian BRIN.