Policy Brief Tentang Ekspor Benih Tanaman Kelapa Sawit

Policy Brief Tentang Ekspor Benih Tanaman Kelapa Sawit

Sub Sektor Perkebunan berkontribusi 27% terhadap PDB Pertanian, sedangkan peranan Sektor Pertanian terhadap PDB nasional adalah sebesar 12,98% dimana 3,5 % nya berasal dari Sawit. Bila dilihat dari nilai ekspornya, kontribusi sub sektor perkebunan terhadap nilai ekspor sektor pertanian mencapai 94,58% (Rp. 331,85 T) dengan komoditas utamanya  kelapa sawit yang merupakan tumpuan sumber pendapatan sekitar 17 juta kepala keluarga  petani dan karyawan. Sebagai produsen terbesar sawit dunia, nilai ekspor CPO Indonesia mencapai 46,8% dari total nilai ekspor dunia, dengan pengimpor terbesar Tiongkok (17, 47 %) dan India (11,96 %). Ekspor Indonesia berpeluang meningkat tidak hanya dari CPO dan turunannya, tetapi juga dari ekspor benih. Beberapa negara, khususnya India, Peru, dan Nigeria mulai meningkatkan usaha perkebunan sawitnya dengan mengimpor benih sawit.

Ekspor benih harus mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri, karena petani pada umumnya masih merasa kesulitan mendapatkan benih unggul bermutu dan sering tertipu menggunakan benih asalan. Selain itu, proses perijinan untuk ekspor benih kelapa sawit memerlukan kebijakan yang selaras terhadap ketentuan regulasi yang saling terkait, seperti: (1) UU No. 39/2014 tentang Perkebunan; (2) UU No. 22/2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan; (3) Permentan No. 50/2015 tentang Produksi, Sertifikasi, Peredaran dan Pengawasan Benih Tanaman Perkebunan; (4) Permentan No. 18/2016 tentang Pedoman Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit; (5) Permentan No 26/2021 tentang Pedoman Produksi, Sertifikasi, Peredaran dan Pengawasan Benih Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

Saat ini perkebunan kelapa sawit di Indonesia memiliki keunggulan antara lain: (a) kesesuaian geografis dan agroekosistem, (b) ketersediaan teknologi dan inovasi, (c) ketersediaan benih, (d) besarnya penyerapan tenaga kerja. Oleh sebab itu pengembangan dan keberlanjutan produksinya lebih terjamin. Dalam skala dunia, Indonesia menempati urutan pertama penghasil kelapa sawit terbesar dengan pangsa >50% dengan produksi 48,235 ton CPO per tahun, dengan luas areal 16,38 juta ha. Empat negara penghasil kelapa sawit utama lainnya adalah Malaysia, Thailand, Columbia, Nigeria dengan kapasitas produksi CPO total 23,639 metrik ton per tahun, masih jauh dibawah potensi Indonesia.

Perkembangan kelapa sawit dunia saat ini, dimana negara konsumen sawit seperti India, berupaya mengurangi ketergantungannya terhadap impor CPO. India memiliki 300.000 ha perkebunan sawit eksisting dan berencana melakukan pengembangan 650.000 ha pada tahun 2025-2026, namun sebagian besar wilayah pengembangannya merupakan wilayah yang tidak sesuai secara geografis dan agroekosistem. Hanya kepulauan Adaman dan Nikobar di India yang potensial dengan iklim yang serupa dengan Indonesia. Nigeria produsen sawit yang juga merencanakan pengembangan perkebunan kelapa sawit pada sebagian lahan dari 4 juta hektar lahan pertaniannya, sehingga ikut mengimpor benih kelapa sawit dari Indonesia. Tetapi hanya sebagian kecil lahan di Nigeria yang secara agroekologi cocok dan potensial untuk kelapa sawit. Peru sebagai negara yang juga berencana mengimpor benih dari Indonesia memiliki agroekologi yang sangat sesuai hingga sesuai marginal untuk kelapa sawit, terutama di dataran Amazon yang masih berupa hutan.

Dampak positif ekspor benih sawit antara lain; (a) Mendorong industri perbenihan nasional dan optimalisasi potensi produksi dan pasar benih nasional; (b) meningkatkan nilai tambah domestik dalam bentuk diversifikasi produk; (c) Kepercayaan terhadap teknologi Indonesia meningkat  dan hubungan internasional (bilateral) dengan negara tujuan ekspor terjaga, bahkan dapat meningkatkan bargaining position Indonesia dalam perdagangan; (d) Mendukung kebijakan pemerintah dalam peningkatan ekspor komoditas bernilai tinggi dan meningkatkan hasil devisa negara. Sementara potensi kerugian ekspor benih sawit antara lain: (a) secara sosial dan politis dikaitkan dengan terganggunya kemampuan penyediaan kebutuhan benih kelapa sawit pada PKSR (peremajaan kelapa sawit rakyat); (b) Mendorong percepatan pengembangan kelapa sawit di negara lain yang berpotensi menjadi pesaing Indonesia dan mengganggu kestabilan harga; (c) Ekspor benih berpotensi mempengaruhi ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan benih unggul dalam negeri dan beresiko menekan upaya PKSR dan peningkatan produktivitas sawit nasional; dan (d) walaupun secara teoritis benih kelapa sawit ekspor jenis hibrida Tenera D x P tidak dapat di perbanyak ulang oleh negara importir sehingga kelestarian sumber daya genetik tetap terjaga, namun peluang dimanfaatkan untuk penelitian/ keperluan lokal di kemudian hari masih memungkinkan.

PB ini merekomendasikan  Tata Kelola Perbenihan dan Ekspor Benih Sawit sebagai berikut: (1) Perlu segera menyempurnakan tata kelola benih kelapa sawit secara tepat dan seksama, mulai dari sistem produksi, sertifikasi, penyaluran, pengawasan mutu dan peredaran hingga penggunaan dan pengeluaran (ekspor); (2) Melakukan evaluasi dan revisi aturan yang ada dan masih diperlukan terkait tata kelola benih sawit  agar masalah peredaran benih palsu dapat diatasi, dan produksi benih unggul dapat direalisasikan sesuai kebutuhan di dalam negeri maupun ekspor; (3) Menetapkan perbaikan regulasi tata kelola menyeluruh benih dikaitkan dengan kebijakan pengeluaran (ekspor) benih kelapa sawit yang didasarkan pada hasil kajian dan telaahan komprehensif (teknis, sosial, ekonomi, politis); (4) Permintaan impor benih sawit oleh negara pengimpor saat ini masih dapat dipenuhi dengan mempertimbangkan antara lain kurangnya potensi kesesuaian lahan untuk pengembangan sawit di negara pengimpor serta mempertimbangkan hubungan bilateral dengan negara pengimpor; (5) Izin pengeluaran benih, terutama untuk India, Peru dan Nigeria dapat ditetapkan sebagai kebijakan jangka pendek (hanya berlaku hingga 31 Desember 2022) dengan persyaratan tertentu. Kebijakan setelah 1 Januari 2023, dapat ditetapkan sebagai kebijakan definitif untuk jangka menengah-jangka panjang, disesuaikan dengan hasil telaahan dan analisis saintifik melalui Kajian Komprehensif yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini.