DNA/RNA dan GENOM: MENDOMINASI PENGHARGAAN NOBEL DALAM LIMA TAHUN TERAKHIR (2020-2024)

PENDAHULUAN
Majelis Nobel di Karolinska Institute (The Nobel Assembly at Karolinska Institutet) untuk bidang Fisiologi atau Kedokteran melakukan siaran pers pada tgl 7 Oktober 2024 dan mengummkan pemenang Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2024 kepada Victor Ambros dan Gary Ruvkun untuk penemuan microRNA dan perannya dalam regulasi gen pasca-transkripsi. Hadiah Nobel tahun ini menghormati dua ilmuwan tersebut atas penemuan mereka tentang prinsip dasar bagaimana aktivitas gen diatur. Sedangkan Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia (The Royal Swedish Academy of Sciences) menyelenggarakan Siaran Pers tentang Pemenang Hadiah Nobel tahun 2024 untuk bidang Fisika pada tgl 8 Oktober 2024 yang diberikan kepada John J. Hopfield dan Geoffrey Hinton“ untuk penemuan dan inovasi mendasar yang memungkinkan pembelajaran mesin dengan jaringan saraf buatan”. Mereka melatih jaringan saraf buatan menggunakan fisika. Pemenang untuk bidang Kimia diumumkan pada tgl 9 Oktober 2024, dengan pemenangnya adalah David Baker “untuk desain protein komputasional” dan setengah lainnya bersama-sama untuk Demis Hassabis dan John Jumper untuk “prediksi struktur protein dengan memodelkannya menggunakan AI” Mereka memecahkan kode untuk struktur protein yang menakjubkan.
Menarik untuk disimak bahwa dalam 3 tahun berturut-turut 2022, 2023, dan 2024 pemenang Nobel bidang Fisiologi atau Kedokteran selalu terkait dengan DNA/RNA atau Genom. Bahkan jika dilihat dalam 5 tahun terakhir (2020 s/d 2024), empat pemenang nobel selalu terkait dengan DNA/RNA atau Genom, yaitu: 1) tahun 2020 Penghargaan Nobel bidang Kimia diberikan kepada Emmanuelle Charpentier dan Jennifer Doudna untuk karya temuan mereka dalam mengembangkan metode penyuntingan genom yang revolusioner, yaitu CRISPR-Cas9. Temuan ini memungkinkan ilmuwan untuk “menggunting” DNA dengan presisi yang sangat tinggi, membuka peluang besar untuk kemajuan dalam biologi, kedokteran, pertanian, dan bidang lainnya ; 2) tahun 2022 Svente Pääbo mendapatkan Nobel dibidang Fisiologi atau Kedokteran atas penemuannya tentang genom hominin yang telah punah dan munculnya disiplin ilmu Paleogenomik serta berubahnya sejarah evolusi dan migrasi manusia; 3) tahun 2023 Nobel Fisiologi atau Kedokteran diberikan kepada Katalin Kariko dan Drew Weissman atas temuannya mengenai “modifikasi basa nukleosida yang memungkinkan pengembangan vaksin mRNA yang efektif melawan COVID-19”; dan 4) tahun 2024 Nobel dibidang Fisiologi atau Kedokteran diberikan kepada Victor Ambros dan Gary Ruvkun atas penemuannya mengenai “RNA-mikro” yang berperan dalam mengatur/regulasi aktivitas gen dalam sel.
Tulisan ini mengulas ke empat topik pemenang Nobel yang terkait DNA/RNA atau Genom pada tahun 2020, 2022, 2023, dan 2024.
TUJUAN
Tulisan ini bertujuan untuk:
- Mengingatkan bahwa DNA, RNA, Gen dan Genom merupakan mesin kehidupan pada tingkat sel yang sangat penting bagi kehidupan dan keberlanjutan hidup makhluk hidup meliputi manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme termasuk virus. Oleh karena itu DNA, RNA, Gen dan Genom selalu menjadi objek yang menarik bagi peneliti Genetika, Bioteknologi, kedokteran maupun Pertanian.
- Mengingatkan bahwa walaupun telah sangat banyak hasil-hasil penelitian yang terkait DNA, RNA, Gen dan Genom, namun masih jauh lebih banyak hal-hal yang belum diketahui termasuk pemanfaatannya untuk produksi pangan atau mengatasi berbagai penyakit infeksius seperti DBD, HIV maupun penyakit non infeksius seperti kanker, dlsb.
- Memberikan inspirasi kepada para peneliti dibidang terkait untuk memanfaatkan atau mengembangkan hasil-hasil penelitian yang terkait DNA/RNA, Gen atau Genom untuk diimplementasikan pada berbagai spesies indigenous atau spesies endemik yang memiliki nilai ekonomis atau nilai strategis, atau dimanfaatkan untuk kepentingan lain.
- Memberikan motivasi kepada para peneliti muda bahwa penghargaan Nobel adalah prestis penghargaan tertinggi dalam pencapaian intelektual bagi seorang ilmuwan dalam kontribusinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia. Diharapkan dapat menimbulkan minat untuk menjadi peneliti profesional yang gigih, berprestasi dan berkiprah secara internasional dengan menjalin kerjasama yang luas.
SEKILAS TENTANG DNA, RNA, GEN dan GENOM
Secara kimia DNA (Deoxyribonucleic Acid) adalah makromolekul berupa polinukleotida yang tersusun dari polimer nukleotida yang berulang-ulang, tersusun rangkap membentuk ikatan rantai ganda berpilin ke kanan (membentuk double helix) terdapat dalam inti sel berbentuk kromosom di mana terdapat berbagai gen yang merupakan kumpulan dari DNA. DNA bertugas menyimpan dan mewariskan informasi genetik.
RNA (Ribonucleic Acid) adalah molekul tunggal asam nukleat yang berperan penting dalam proses ekspresi gen, termasuk dalam sintesis protein. Dalam hal ini RNA memiliki peran dalam menerjemahkan informasi genetik dari DNA menjadi protein melalui proses transkripsi dan translasi. Jadi jika DNA merupakan molekul ganda yang menyimpan informasi genetik, maka RNA merupakan molekul tunggal yang berperan dalam ekspresi gen. RNA dihasilkan dari DNA melalui proses trnskripsi, namun demikian secara fisik RNA bukan bagian dari DNA, tetapi ia adalah produk yang dihasilkan dari DNA untuk menjalankan fungsi genetik dalam sel.
Beberapa terminologi yang saling terkait erat dengan DNA adalah gen, kromosom dan genom. Gen merupakan substansi dasar hereditas yang mengandung informasi genetik tersusun dari asam nukleat (DNA) dan terdapat di kromosom. Sedangkan kromosom yang tersusun dari DNA dan protein ini berfungsi sebagai penyimpanan bahan materi genetik kehidupan. Gen terdiri dari sekuen DNA pengkode, promotor, enhancer & silencer, terminator, kodon start & stop, dan elemen pengatur. Gen ini terletak disepanjang untai DNA di dalam kromosom. Tidak semua DNA berupa Gen, ada DNA yang non gen. Jadi tempat penyimpanan informasi genetik ada pada DNA di mana selain berfungsi sebagai pembawa faktor genetik yang menentukan semua karakteristik dari suatu organisme, DNA juga berperan dalam pembentukan sintesis protein yang terkait dalam proses kehidupan suatu organisme.
Genom adalah keseluruhan materi genetik yang dimiliki oleh suatu organisme, yang berisi semua informasi yang diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, fungsi, dan reproduksi organisme tersebut. Genom mencakup DNA (deoxyribonucleic acid) atau RNA (ribonucleic acid) pada sebagian virus. Jadi Genom mencakup Gen, DNA, DNA-non coding, dan Kromosom. Sebagian besar DNA dalam genom bukanlah bagian dari gen, tetapi tetap terdiri dari pasangan basa nukleotida yang memiliki fungsi penting lainnya di luar pembentukan protein.
DNA menjalankan tugasnya antara lain dengan menentukan enzim atau protein apa yang akan diproduksi oleh sel. Enzim-enzim yang diproduksi tersebut akan memberikan kepada sel pola kimia karakteristiknya dengan kemampuan untuk mempercepat-mengkatalisis reaksi kimia dengan cara tertentu. Penjelasan secara rinci untuk memetakan struktur dan fungsi DNA ini telah diteliti oleh para ilmuwan terkait yang sebagian daripadanya telah memperoleh hadiah Nobel. Dari uraian ini terlihat betapa pentingnya peranan DNA dalam keberlanjutan hidup suatu organisme. Oleh karena itu dapat juga dikatakani bahwa DNA adalah mesin kimia sel hidup.
ULASAN RINGKAS TOPIK PERAIH NOBEL TERKAIT DNA, RNA dan GENOM TAHUN 2024, 2023, 2022, dan 2020
Dalam uraian ringkas temuan-temuan para peraih Nobel yang terkait DNA, RNA atau Genom ini akan dimulai dari peraih Nobel tahun 2024, dilanjutkan peraih Nobel tahun 2023, 2022, dan diakhiri peraih Nobel tahun 2020.
1. Victor Ambros dan Gary Ruvkun Pemenang Nobel Fisiologi atau Kedokteran tahun 2024 atas penemuan RNA-mikro
Victor Ambros dan Gary Ruvkun memperoleh hadiah Nobel di bidang Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 2024 berkat temuannya berupa RNA-mikro pada organisme hidup termasuk organisme multiseluler seperti hewan dan manusia. Victor Ambros lahir tahun 1953 di Hanover, New Hampshire, AS, mendapatkan doktor tahun 1979 dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Cambridge, MA. Kemudian melakukan penelitian pascadoktoral tahun 1979-1985. Pada tahun 1985 Ia menjadi Peneliti Utama di Universitas Harvard. Kemudian menjadi Profesor di Sekolah Kedokteran Dartmouth dari tahun 1992-2007 dan sekarang menjadi Profesor Ilmu Pengetahuan Alam Silverman di Sekolah Kedokteran Universitas Massachusetts, Worcester, MA. Sedangkan Gary Ruvkun lahir tahun 1952 di Berkeley, California, AS, mendapatkan doktor dari Universitas Harvard tahun 1982, dan menjadi peneliti pascadoktoral di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Cambridge, MA, 1982-1985. Selanjutnya sebagai Peneliti Utama di Rumah Sakit Umum Massachusetts dan Sekolah Kedokteran Harvard pada tahun 1985, tempat ia sekarang menjadi Profesor Genetika.
RNA-mikro ini berperan penting dalam mengatur aktivitas gen pada sel. Penemuannya dimulai tahun 1993 ketika mereka menemukan adanya RNA-mikro pada mutan cacing gelang (C. elegans) yang dapat menghambat pembentukan protein dari mRNA tertentu (Lee, at al, 1993). Namun temuannya ini yang dipublikasikan pada tahun 1993 tidak banyak menarik perhatian ilmuwan lainnya. Perhatian para peneliti dan ilmuwan baru muncul ketika Ambros dan Ruvkun mempublikasikan temuan berikutnya pada tahun 2000-an bahwa RNA-mikro yang sejenis juga ditemukan pada makhluk multiseluler meliputi hewan atau manusia dan berperan dalam mengatur aktivitas gen pada sel. Perhatian dari berbagai ilmuwan antara lain karena temuannya ini berpotensi untuk dikembangkan dalam mengendalikan penyakit seperti kanker (Pasquinelli, et al, 2000). Hal ini karena RNA-mikro ini dapat mengatur untuk menghambat atau menghentikan dengan memblok mRNA pada proses pembentukan protein pasca transkripsi.
Dalam siaran Persnya, Majelis Nobel di Karolinska Institutet menjelaskan bahwa Victor Ambros dan Gary Ruvkun tertarik pada bagaimana berbagai jenis sel berkembang. Mereka menemukan mikroRNA, kelas baru dari molekul RNA kecil yang memainkan peran penting dalam regulasi gen. Penemuan inovatif mereka mengungkap prinsip regulasi gen yang sama sekali baru yang ternyata penting bagi organisme multiseluler, termasuk manusia. Saat ini diketahui bahwa genom manusia mengkode lebih dari seribu mikroRNA. Penemuan mengejutkan mereka mengungkap dimensi yang sama sekali baru pada regulasi gen. MikroRNA terbukti sangat penting bagi bagaimana organisme berkembang dan berfungsi (NAKI, 2024).
Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses aktivitas gen terdapat 4 tahap: 1) proses aktivasi gen melalui suatu protein tertentu yang mengikat gen; 2) kemudian untaian DNA gen tersebut dibuka menjadi untaian RNA pada tahap transkripsi dimana untaian RNA ini dicopy menjadi mRNA; 3) selanjutnya mRNA yang dibentuk di inti sel keluar menuju plasma; 4) kemudian ribosom yang ada di plasma akan menempel pada mRNA dan membaca urutan basa nukleosida yang ada di mRNA sambil membawa asam-asam amino sesuai yang dikodekan mRNA sehingga terbentuk untaian asam amino yang akhirnya menjadi protein. RNA-mikro berperan pada tahap akhir dari proses ini dimana RNA-mikro akan menempel (mengikat) mRNA sehingga proses translasi atau pembentukan protein dihambat (di blok) (NAKI, 2024).
Ambros dan Ruvkun pada awalnya menemukan RNA-mikro pada cacing gelang (C. elegans) yang dihasilkan oleh gen l-4, dan RNA-mikro ini tidak menghasilkan protein dan dapat menghambat mRNA l-14 yang dihasilkan dari gen l-14. Penelitian-penelitian selanjutnya memperlihatkan ratusan RNA-mikro dapat dijumpai pada makhluk multi seluler seperti pada hewan maupun manusia. RNA-mikro diketahui berperan dalam mengatur aktivitas gen dalam sel. Jika gen yang membentuk RNA-mikro ini terganggu dapat mempengaruhi kelainan dari proses pembentukan jaringan (Pasquinelli, et al, 2000).
Dalam keadaan normal protein tertentu yang dibentuk oleh gen tertentu, jumlahnya akan sesuai kebutuhannya, namun jika terjadi gangguan pada gen penyandi RNA-mikro yang mengakibatkan jumlah RNA-mikro terlalu banyak maka akan sedikit protein yang dibentuk karena mRNA diikat oleh RNA-mikro yang berlebihan, atau sebaliknya jika RNA-mikro terlalu sedikit atau tidak terbentuk karena gangguan, maka protein yang terbentuk akan melimpah melebihi kebutuhan normalnya yang juga akan menimbulkan gangguan kesehatan. Pada kejadian kanker, gen penyandi RNA-mikro mengalami gangguan/mutasi menyebabkan RNA-mikro terganggu (sedikit) sehingga sel kanker akan terus berkembang.
Hadiah Nobel yang diperoleh Ambros dan Ruvkun ini memerlukan waktu yang panjang sekitar 30 tahun sebagaimana kebanyakan penerima Nobel lainnya, karena temuan tersebut harus terbukti memberikan manfaat atau prospek yang besar baik bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun bagi kehidupan umat manusia seperti dalam pengobatan kanker atau penyakit lainnya.
Hampir serupa dengan yang dilakukan Ambros dan Ruvkun, pada tahun 1998, Andrew Fire dan Craig Mello melalui studi mereka juga pada cacing gelang C. elegans menemukan sebuah fenomena yang disebut interferensi RNA. Dalam fenomena ini, RNA untai ganda memblokir RNA pembawa pesan sehingga informasi genetik tertentu tidak diubah selama pembentukan protein. Ia membungkam gen-gen ini, yaitu membuat mereka tidak aktif. Fenomena ini memainkan peran pengaturan penting dalam genom (MLA-Fire, 2022). Pada 2006 Andrew Z Fire dan Craig Cameron Mello dianugerahi hadiah Nobel bidang Fisiologi atau Kedokteran, atas penemuannya tentang interferensi RNA – pembungkaman gen oleh RNA untai ganda atau disebut juga “RNA interference” (MLA-Mello, 2022a). Penelitian ini dilakukan di University of Massachusetts Medical School dan dipublikasi tahun 1998 (Mello, 2022).
Hadiah Nobel bagi Fire dan Mello ini didedikasikan untuk pekerjaan yang dimulai pada tahun 1998, ketika Mello dan Fire bersama rekan-rekan mereka Si Qun Xu, Mary Montgomery, Steven Kostas, dan Samuel Driver menerbitkan sebuah makalah di jurnal Nature yang merinci bagaimana potongan kecil RNA mengelabui sel untuk menghancurkan pembawa pesan gen (mRNA) sebelum dapat menghasilkan protein, ia secara efektif mematikan gen tertentu (Mello, 2022b; Fire, et al., 1998). Temuan ini menunjukkan bahwa sebenarnya RNA memainkan peran kunci dalam regulasi gen. Mereka telah menemukan mekanisme mendasar untuk mengendalikan aliran informasi genetik.
2. Katalin Karikó dan Drew Weissman Peraih Nobel Fisiologi atau Kedokteran tahun 2023 atas Temuannya Tentang Vaksin mRNA
Katalin Kariko dan Drew Weissman mendapatkan Nobel di bidang Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 2023 atas penemuan mereka mengenai modifikasi basa nukleosida yang memungkinkan pengembangan vaksin mRNA yang efektif. Katalin Karikó lahir tahun 1955 di Szolnok, Hungaria. Pada tahun 1982, Ia mendapatkan doktor dari Universitas Szeged, melanjutkan penelitian pascadoktoral di Akademi Ilmu Pengetahuan Hungaria 1985, di Universitas Temple, Philadelphia, dan Universitas Ilmu Kesehatan, Bethesda. Pada tahun 1989, ia diangkat sebagai Asisten Profesor di Universitas Pennsylvania. Kemudian ia menjadi wakil presiden di BioNTech RNA Pharmaceuticals. Sejak tahun 2021, menjadi Profesor di Universitas Szeged dan Dosen Luar Biasa di Perelman School of Medicine di Universitas Pennsylvania. Sedangkan Drew Weissman lahir tahun 1959 di Lexington, Massachusetts, AS, mendapatkan PhD dari Universitas Boston tahun 1987. Ia menjalani penelitian pascadoktoral di National Institutes of Health. Pada tahun 1997, Weissman mendirikan kelompok penelitiannya di Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania. Ia adalah Roberts Family Professor dalam Penelitian Vaksin dan Direktur Penn Institute for RNA Innovations.
Temuan kedua peraih Nobel ini sangat penting dalam pengembangan vaksin mRNA yang efektif untuk melawan COVID-19 di masa pandemi yang dimulai pada akhir tahun 2019 atau awal tahun 2020. Hasil penelitian mereka telah memberikan pemahaman mendasar tentang bagaimana mRNA berinteraksi dengan sistem kekebalan tubuh kita.
Pada umumnya Pembuatan vaksin dilakukan dengan menggunakan virus utuh yang telah dilemahkan, namun hal ini seringkali mengalami kendala dalam menumbuhkan virus tersebut pada media kultur. Oleh karena itu dicari cara lainnya yang tidak menggunakan virus utuh, antara lain menggunakan teknik biologi molekuler dengan hanya menggunakan bagian protein tertentu dari virus namun dapat dikembangkan sebagai vaksin yang efektif. Dalam proses pemanfaatan bagian dari virus tersebut diantaranya menggunakan mRNA yang akan membentuk protein virus yang selanjutnya merangsang proses pembentukan reaksi imun. Namun permasalahan untuk menghasilkan mRNA secara alami dari virus menghadapi berbagai kendala. Oleh karena itu Kariko dan Weissman mencoba menggunakan mRNA yang diproduksi secara in vitro.
Pada awalnya hal ini menghadapi berbagai kegagalan karena mRNA yang diproduksi secara in vitro ini menimbulkan reaksi imflamasi disamping produksi protein virus juga sangat rendah. Setelah melalui berbagai penelitian akhirnya Kariko dan Weissman melakukan modifikasi basa nukleosida dari mRNA yang diproduksi secara in vitro, dan hasilnya dapat mencegah reaksi inflamasi dimana basa nukleosida yang dimodifikasi tersebut dapat memblokir aktivasi reaksi imflamasi, selain itu saat mRNA dikirim ke sel terjadi peningkatan produksi protein (Kariko, et al, 2005; Anderson, et al, 2010; Morais, et al, 2021). Dengan demikian mRNA dapat digunakan sebagai vaksin karena selain dapat memproduksi protein yang bertangung jawab dalam pembentukan kekebalan tubuh juga tidak menimbulkan reaksi imflamasi. Temuan kariko dan Weissman ini membuka jalan bagi pengembangan vaksin dengan menggunakan mRNA yang sebelumnya belum pernah ada. Hasil penelitiannya ini telah dipublikasikan pada tahun 2008 dan 2010 (Kariko, et al, 2008; Anderson, et al, 2010).
Berbeda dengan produksi vaksin dari virus yang dilemahkan atau dinonaktifkan, produksi vaksin mRNA hanya memerlukan waktu beberapa hari atau minggu untuk diselesaikan (Pascalo, et al, 2004: Pascolo, 2021). Hal ini dapat dilakukan melalui transkripsi mRNA secara in vitro, di mana hampir semua urutan mRNA dapat diproduksi dari cetakan DNA (Krieg dan Melton, 1984; Melton et al., 1984). Lebih jauh, vaksin mRNA akan memberikan instruksi langsung kepada sel untuk mengekspresikan protein imunogenik yang diinginkan melalui translasi di sitoplasma.
Selanjutnya pada tahun 2010-an penelitian vaksin menggunakan mRNA mulai banyak diminati, antara lain digunakan untuk membuat vaksin terhadap virus Zika, MERS-CoV, dan juga SARs-CoV-2 yang muncul pada akhir tahun 2019 (Szabo, et al, 2022). Dengan kejadian pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, maka dikembangkanlah vaksin Covid-19 dengan menggunakan mRNA dan dihasilkan dua macam vaksin mRNA terhadap COVID-19 pada akhir tahun 2020 (Noor, 2021). Akhirnya vaksin COVID-19 baerbasiskan mRNA diproduksi secara masal dengan miliaran dosis dalam upaya mengendalikan pandemi tersebut (WHO, 2020).
Vaksin produksi Pfizer-BioNTech (Comirnaty) adalah vaksin mRNA COVID-19 pertama yang mendapat persetujuan darurat di berbagai negara. Pfizer bekerja sama dengan BioNTech, perusahaan bioteknologi asal Jerman, untuk mengembangkan vaksin ini. Sedangkan Moderna (Spikevax) adalahVaksin COVID-19 dari Moderna yang merupakan vaksin mRNA lain yang sangat mirip dengan Pfizer-BioNTech dalam cara kerjanya (Polack, et al. 2020; Baden et al. 2021; WHO, 2020; FDA, 2021).
Keberhasilan Kariko dan Weissman dalam mengembangkan vaksin menggunakan mRNA terutama dalam upaya mengendalikan Pandemi COVID-19 mengantarkan kedua peneliti ini memperoleh Nobel dibidang Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 2023. Lagi-lagi anugerah Nobel dibidang Fisiologi atau kedokteran jatuh pada bidang yang terkait dengan DNA (dalam hal ini menggunakan mRNA) melanjutkan anugerah nobel yang juga terkait dengan DNA (dalam hal ini Genom) pada tahun 2022 yang dimenangi oleh Paabo. Temuan dan Inovasi teknologi pembuatan vaksin berbasiskan mRNA ini diperkirakan akan terus bermanfaat dalam menghadapi berbagai tantangan terutama terhadap kemungkinan munculnya wabah-wabah penyakit baru atau dalam rangka menghadapi pandemi mendatang.
Panitia Nobel bidang Fisiologi atau kedokteran tahun 2023 memutuskan Kariko dan Weissman sebagai pemenangnya setelah mereviu hasil-hasil temuan Kariko dan Weissman dalam pengembangan vaksin mRNA yang dimulai pada tahun 2010-an. Upaya Kariko dan Weissman dalam mewujudkan vaksin mRNA memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum ditemukannya cara memodifikasi molekul nukleosida mRNA hasil in vitro sehingga tidak menimbulkan reaksi inflamasi dan dapat meningkatkan produksi protein dalam sel, yang akhirnya dapat menghasilkan vaksin Covid-19 menggunakan teknologi mRNA yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Untuk memperolah penghargaan Nobel tersebut Kariko dan Weissman memerlukan lebih dari 10 tahun sejak awal dimulainya penelitian mRNA sebagai vaksin. Panitia Nobel meyakini bahwa apa yang dihasilkan Kariko dan Weissman akan bermanfaat saat ini maupun yang akan datang dalam pengembangan vaksin baru jika terjadi Pandemi atau wabah penyakit dikemudian hari.
Vaksin mRNA ini memiliki potensi untuk masa depan, sebagaimana diketahui saat ini sedang berlangsung penelitian menggunakan vaksin mRNA dalam pengobatan penyakit kanker, di mana mRNA dirancang untuk membantu sistem imun mengenali dan menyerang sel kanker. Demikian juga pengembangan vaksin mRNA yang dapat melindungi dari berbagai jenis virus corona, termasuk varian baru, sedang menjadi fokus penelitian. Diharapkan dengan menggunakan platform mRNA, akan dapat merespons pandemi di masa depan dengan lebih cepat dan efisien. Dengan inovasi berkelanjutan, vaksin mRNA memiliki potensi untuk merevolusi cara kita menangani penyakit menular dan non-menular di masa depan.
Beberapa perusahaan bioteknologi, seperti Moderna dan BioNTech, telah mengembangkan vaksin mRNA untuk kanker tertentu, yaitu: 1) Kanker kulit melanoma: Vaksin mRNA yang dikembangkan menargetkan neoantigen spesifik pada melanoma; 2) Kanker payudara atau paru-paru: Penelitian awal menunjukkan potensi penggunaan vaksin mRNA untuk kanker ini. Vaksin mRNA memiliki potensi besar untuk mengubah cara kita menangani kanker, khususnya dalam imunoterapi berbasis personalisasi. Meskipun masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, hasil awal sangat menjanjikan dan diharapkan dapat menjadi bagian penting dari pengobatan kanker di masa depan.
3. Svente Pääbo Penerima Nobel Bidang Fisiologi atau Kedokteran Tahun 2022 atas Temuannya Tentang Genom Hominin Yang Telah Punah
Svente Pääbo yang mendapatkan Nobel dibidang Fisiologi atau Kedokteran Pada tahun 2022 berkat penemuannya tentang genom hominin yang telah punah dan berubahnya sejarah evolusi dan migrasi manusia. Svante Pääbo lahir pada tahun 1955 di Stockholm, Swedia, memperoleh doktoral pada tahun 1986 di Universitas Uppsala, kemudian menjadi peneliti pascadoktoral Universitas California, Berkeley, AS. Pada tahun tahun 1990 Ia menjadi Profesor di Universitas Munich, Jerman. Pada tahun 1999, ia mendirikan Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusioner di Leipzig, Jerman. Ia juga menjabat sebagai Profesor di Institut Sains dan Teknologi Okinawa, Jepang.
Pada 1980-an dan 1990-an, Pääbo memelopori teknik untuk mengekstrak DNA dari sisa-sisa fosil manusia purba dan fosil lain. Tantangan besar yang dihadapi karena DNA yang ditemukan dalam fosil biasanya sebagian besar telah terdegradasi dan terkontaminasi oleh DNA lain atau mikroba dari lingkungan atau para peneliti itu sendiri. Kerja keras Pääbo dan Tim penelitinya akhirnya membuahkan hasil dalam menganalisis urutan DNA dari fosil manusia purba tersebut. Keberhasilan ini tidak lepas dari keberhasilan Timnya dalam mengembangkan dan menggunakan teknik sekuensing DNA generasi ketiga yang disebut juga sebagai “High Throughput Sequencing” (Green, et. 2008) yang lebih canggih, sebagai pengembangan dari teknik sekuensing DNA generasi kedua atau yang dikenal dengan nama NGS (Next Generation Sequencing).
Salah satu pencapaian paling monumental Pääbo adalah dalam pengurutan genom Neanderthal, yang dimulai pada awal 2000-an, dan pada tahun 2010, timnya berhasil mengurutkan genom Neanderthal hampir secara keseluruhan, yang membuka pintu bagi pemahaman lebih lanjut tentang hubungan genetik antara Neanderthal dan manusia modern. Pada waktu yang hampir bersamaan, Pääbo dan timnya juga berhasil mengidentifikasi sekelompok manusia purba yang belum diketahui sebelumnya dari sebuah fragmen tulang jari yang ditemukan di gua Denisova, Siberia. Mereka berhasil mengekstraksi DNA dari tulang tersebut dan menemukan bahwa spesies ini, yang dinamai Denisovan, berbagi leluhur dengan Neanderthal namun merupakan kelompok yang berbeda.
Neanderthal (Homo neanderthalensis) adalah spesies manusia purba yang hidup sekitar 400.000 hingga 40.000 tahun yang lalu di wilayah Eropa, Asia Barat, dan Asia Tengah. Neanderthal adalah kerabat dekat manusia modern (Homo sapiens), dan mereka berbagi nenek moyang yang sama dengan kita sekitar 500.000 hingga 700.000 tahun yang lalu.
Dari temuan Pääbo ternyata manusia modern Homo Sapien yang saat ini kita kenal tidak hidup sendirian tetapi ada masa selama beberapa puluh ribu tahun hidup bersama kerabat manusia lainnya yaitu Homo Neanderthal terutama yang hidup di Eurasia bagian barat. Menurut Wall, et al (2013) Neanderthal menyumbangkan lebih banyak DNA ke Asia Timur modern daripada ke Eropa modern.
Pääbo dan Tim penelitinya mempublikasikan temuan awal tentang genom Homo Neanderthal kerabat manusia yang telah punah sekitar 30.000 – 40.000 tahun lalu (Krings, et al., 1997). Pada tahun 2010 Pääbo dan tim penelitinya berhasil mengurutkan genom Neanderthal secara lebih lengkap (Hublin, 2009, Green et al., 2010; Prufer, et al. 2014). Bahkan Pääbo juga berhasil mengungkapkan adanya aliran gen dari Neanderthal kepada manusia modern Homo Sapiens yang hidup saat ini yang menunjukkan telah terjadi perkawinan silang antara homo sapiens yang keluar dari Afrika dan menyebar keseluruh dunia dan sempat hidup berdampingan selama beberapa puluh tahun dengan manusia purba Homo Neanderthal sebelum Homo Neanderthal punah.
Pääbo mengungkapkan temuannya bahwa selain homo sapiens yang dari Afrika, juga ada hominin lain yaitu Neanderthal kerabat manusia modern yang hidup di wilayah Eurasia bagian Barat dimana temuan tulang fosil di wilayah Jerman berhasil diungkapkan urutan genomnya setelah tim peneliti Pääbo sukses melakukan ekstraksi material genetik (DNA) dari fosil tulang tersebut sehingga urutan DNA/ genomnya dapat diketahui. Urutan DNA dari Neanderthal lebih mirip dengan urutan DNA manusia modern/ kontemporer yang hidup di Eropa atau Asia daripada manusia kontemporer yang hidup di Afrika. Ini menandakan terjadinya perkawinan antara manusia purba Neanderthal dengan Homo Sapiens yang ada di Eropa maupun di Asia.
Bahkan Pääbo juga berhasil menemukan hominin lain yang sebelumnya belum diketahui, yaitu Denisova setelah pada tahun 2008 menemukan fosil berupa tulang jari berusia 40.000 tahun di dalam gua di Denisova di Siberia. Tulang tersebut berhasil diekstraksi dan diisolasi DNA nya untuk menentukan urutan gen/ genomnya. Dari urutan genom yang diperoleh diketahui bahwa Denisova merupakan manusia purba yang hidup di Eurasia bagian Timur, di Siberia bagian selatan (Krause, et al. 2010; Reich, et al., 2010; Meyer, et al. 2012). Juga terlihat adanya aliran gen purba pada Homo Sapiens terhadap Denisova yang mengindikasikan telah terjadi perkawinan silang antara Homo Sapiens dengan Denisova. Temuan Pääbo dan timnya ini telah melahirkan disiplin ilmu baru yang disebut Paleogenomik. Denisova dan Neanderthal adalah manusia purba yang telah punah sekitar 30.000 tahun lalu (Hublin, 2009), namun dijumpai aliran gen Neanderthal sebanyak 1-4% pada manusia modern di Eurasia, sedangkan aliran gen Denisova ditemukan sampai 6% pada populasi manusia modern yang hidup di Melanesia di Asia Tenggara (Reich, et al. 2011).
Kemampuan tim peneliti Pääbo dalam menganalisis genom dari tulang fosil yang berumur puluhan ribu tahun menjadi sangat penting dalam mengungkap tentang asal-usul, evolusi, migrasi, adaptasi, dan interaksi antarspesies di masa lalu. Mungkin pada waktu mendatang akan banyak temuan-temuan manusia purba lainnya dengan menggunakan teknik analisis genom yang sama atau bahkan lebih baik lagi dan menggunakan disiplin ilmu Paleogenomik yang ditemukan Paabo. Pengetahuan tentang DNA, dan genom pada makhluk hidup akan terus menjadi menarik dan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kimia, kedokteran atau fisiologi, baik untuk mengetahui kehidupan masa lalu maupun dalam menghadapi kehidupan masa depan yang akan datang. Oleh karena itu tidak salah jika Tim Nobel memberikan penghargaan hadiah Nobel kepada Pääbo pada tahun 2022.
Perjalanan Pääbo untuk memperoleh Nobel ini cukup panjang jika dilihat dari temuan pertamanya pada tahun 1990-an awal tentang upaya awal menganalisi genom manusia purba Homo Neanderthal (Krings et al, 1997), sampai akhirnya penitia Nobel memilihnya sebagai penerima Nobel bidang Kedokteran atau Fisiologi pada tahun 2022 yang dianggap penemuan besar yang akan mengubah sejarah evolusi dan migrasi manusia yang sebelumnya hanya dianggap Homo Sapien saja yang ada saat ini. Pääbo dengan hasil penelitiannya telah mengubah sejarah keberadaan manusia yang lebih awal yaitu Homo Neanderthal yang hidup di Eurasia bagian Barat dan Asia Tengah maupun Hominin Denisova yang hidup di Eurasia bagian Timur dan Asia. Disamping itu Pääbo juga telah melahirkan disiplin ilmu baru yaitu Paleogenomik. Paleogenomik adalah cabang ilmu yang mempelajari genom dari organisme yang telah punah atau hidup di masa lampau dengan menggunakan teknik-teknik modern di bidang genetika dan bioteknologi. Ilmu ini mengombinasikan prinsip-prinsip paleontologi, arkeologi, dan genetika untuk mendapatkan informasi tentang asal-usul, evolusi, dan adaptasi spesies dari masa lalu, termasuk manusia purba, hewan, dan tumbuhan.
Paleogenomik dapat dilakukan dengan memanfaatkan sampel DNA dari sisa-sisa fosil, seperti tulang, gigi, atau rambut maupun jaringan lain yang telah terawetkan selama ribuan atau jutaan tahun. Namun, DNA purba seringkali terdegradasi terutama di daerah tropis, sehingga memerlukan teknik khusus untuk mengekstraknya. Paleogenomik membantu kita memahami bagaimana suatu spesies berevolusi dari waktu ke waktu, baik dari segi genetik maupun lingkungan. Dengan membandingkan genom purba dengan genom spesies modern, para peneliti dapat melacak perubahan genetik yang berkaitan dengan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Temuan Pääbo ini merupakan salah satu pencapaian terbesar paleogenomik dalam studi manusia purba seperti Neanderthal dan Denisovan. Dengan mempelajari genom mereka, para ilmuwan dapat memahami hubungan genetik antara manusia modern dengan manusia purba, termasuk identifikasi persilangan antara Homo Sapien dengan Homo Neanderthal atau dengan Hominin Denisovan. Dengan penemuan Pääbo ini diyakini akan ada temuan-temuan dari peneliti berikutnya tentang fosil-fosil manusia purba lainnya yang akan melengkapi sejarah perjalanan manusia di muka bumi ini. Panitia Nobel memutuskan bahwa Pääbo layak menerima penghargaan Nobel tersebut setelah mereview berbagai upaya dan temuannya selama lebih dari 30 tahun, dan meyakini temuannya ini sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Melalui karya monumentalnya, Pääbo telah menciptakan lapangan kerja baru yang menggabungkan genetika molekuler dengan arkeologi dan paleontologi. Kontribusinya telah mengubah cara kita memahami sejarah evolusi manusia dan interaksi genetik antarspesies.
4. Emmanuelle Charpentier dan Jennifer A. Doudna Penerima Nobel Kimia Tahun 2020 atas Temuannya Tentang Gunting Genetika CRISPR-Cas9
Penghargaan Nobel bidang Kimia tahun 2020 diberikan kepada Emmanuelle Charpentier dan Jennifer Doudna untuk karya temuan mereka dalam mengembangkan metode penyuntingan genom yang revolusioner, yaitu CRISPR-Cas9. Temuan ini memungkinkan ilmuwan untuk “menggunting” DNA dengan presisi yang sangat tinggi, membuka peluang besar untuk kemajuan dalam biologi, kedokteran, pertanian, dan bidang lainnya. Emmanuelle Charpentier, warga negara Prancis yang lahir tahun 1968 di Juvisy-sur-Orge, Prancis ini berafiliasi pada Max Planck Unit for the Science of Pathogens, Berlin, Jerman. Sementara Jennifer A. Doudna, warga negara Amerika yang lahir tahun 1964 di Washington, D.C, USA, berafiliasi pada University of California, Berkeley, USA, adalah peneliti pada Howard Hughes Medical Institute (MLA, 2020).
Dalam siaran pers dari panitia Nobel Kimia tahun 2020 tanggal 7 Oktober 2020 bagi Charpentier dan Doudna tentang gunting genetik: alat untuk menulis ulang kode kehidupan. Emmanuelle Charpentier dan Jennifer A. Doudna telah menemukan salah satu alat tertajam teknologi gen: gunting genetik CRISPR/Cas9. Dengan menggunakan alat ini, para peneliti dapat mengubah DNA hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme dengan presisi yang sangat tinggi. Teknologi ini memiliki dampak revolusioner ilmu kehidupan, berkontribusi pada terapi kanker baru dan dapat mewujudkan impian untuk menyembuhkan penyakit bawaan (MLA, 2020).
CRISPR-Cas9 adalah sistem imun alami yang ditemukan pada bakteri. Bakteri menggunakan CRISPR untuk mengenali dan memotong DNA virus bakteriofaga yang menyerangnya, sehingga melindungi dirinya dari infeksi. Selanjutnya Charpentier dan Doudna menemukan cara untuk memanfaatkan sistem ini sebagai alat yang dapat dimodifikasi untuk menyunting DNA pada organisme lain, seperti tumbuhan, hewan dan manusia. Mereka merancang sebuah panduan RNA (guide RNA) yang dapat diarahkan ke lokasi spesifik dalam genom, dan dengan bantuan enzim Cas9, DNA pada lokasi tersebut bisa dipotong dengan sangat presisi.
Teknik CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats) diadopsi dari sistem imun suatu bakteri terhadap virus yang menginfeksi bakteri tersebut (bakteriofaga) di mana bakteri mampu menghapus bagian genom dari bakteriofaga melalui protein cas dengan dimediasi oleh RNA tertentu (sgRNA) yang spesifik. Pada awalnya, sekuens CRISPR ini telah diidentifikasi oleh peneliti Jepang, Ishino, dkk pada 1987 dengan bakteri escherichia coli, tetapi peranan dan fungsinya saat itu belum diketahui (Ishino, et al. 1987). Baru sekitar tahun 2008 para peneliti menemukan bahwa CRISPR ini adalah bagian dari sistem imun yang diperoleh bakteri terhadap virus atau bakteriofaga yang menginfeksinya (Deveau, et al. 2008; Barrangou, et al. 2007; Horvath, et al. 2008). Hal ini telah dibuktikan antara lain oleh Barrangou, et al. (2007) dengan menginfeksikan virus pada bakteri sehingga timbul sistem imun pada bakteri tersebut.
Pada 2011, Emanuelle Charpentier dari Prancis dan Jennifer Doudna dari Amerika Serikat mengembangkan teknik editing gen dengan teknik CRISPR-Cas9 atau gunting genetika yang dapat memudahkan peneliti dalam memotong, menghilangkan, atau menyisipkan gen tertentu dari DNA. Pengembangan ini dipakai untuk mengubah atau merekayasa kode genetik DNA tumbuhan, hewan, manusia, atau organisme mikro untuk kepentingan tertentu. Selanjutnya, pada Juni 2012 Jennifer Doudna dan Emanuelle Charpentier melaporkan bahwa CRISPR ini dapat digunakan untuk mengedit genom (Jinek, et al. 2012). Hal ini setelah mereka dapat merancang sgRNA terhadap gen tertentu dan sistem CRISPR-Cas dari sel target akan mengeliminasi gen tersebut.
Jadi, fungsi asli CRISPR-Cas9 telah berubah atau berkembang. Semula sebagai mekanisme pertahanan bakteri terhadap faga (virus yang menyerang bakteri) menjadi teknik yang diandalkan dalam perangkat pengeditan genom (Singh, et al. 2017). Selanjutnya teknik pengeditan genom dengan CRISPR ini terus berkembang di bidang biologi melalui berbagai model organisme hidup, di bidang medis dan kedokteran, pertanian, dan industrial. Dengan demikian, CRISPR-Cas9 adalah kuncinya teknologi untuk pengeditan genom yang ditargetkan pada berbagai organisme maupun sel, di mana teknik ini cukup sederhana, hemat biaya, efisien, dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai biomedis yang lebih luas, aplikasi terapeutik, industri, dan bioteknologi (Singh, et al. 2017).
Teknik rekayasa “edit genom” ini secara dramatis telah meningkatkan kegunaan rekayasa genetik yang disebut CRISPR-Cas9. Dengan teknik ini gen/DNA dari organisme dapat diedit dengan menghilangkan potongan untaian basa tertentu dan menggantinya dengan untaian basa yang lain, sehingga terjadi perubahan dari organisme tersebut yang dinamakan biologi sintetik. Hal ini dapat dilakukan dengan lebih akurat, murah, cepat dan mudah (Nicholas, 2020).
Revolusi teknik edit genom membawa harapan untuk pengobatan di bidang medis seperti mengatasi penyakit cacat atau kelainan genetik, mengobati penyakit kanker maupun digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit lain. Di bidang pertanian, tentu teknik CRISPR ini membawa harapan untuk menghasilkan benih-benih tanaman unggul lebih cepat sehingga dapat dimanfaatkan untuk memproduksi tanaman pangan lebih banyak guna memenuhi kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat. Ini merupakan salah satu solusi dalam mengatasi kekurangan bahan pangan akibat terus bertambahnya populasi manusia di dunia.
Penemuan ini dianggap sangat penting dalam biologi molekuler karena memberikan kemudahan, fleksibilitas, dan efisiensinya dibandingkan metode penyuntingan genom sebelumnya. Sehingga bermanfaat untuk: 1) bidang Kedokteran: Potensi untuk mengobati penyakit genetik seperti anemia sel sabit, distrofi otot, dan beberapa jenis kanker; 2) Bidang Pertanian: Menghasilkan tanaman yang lebih tahan terhadap hama, cuaca ekstrem, dan memiliki nilai gizi lebih tinggi; dan 3) dalam bidang Biologi: Mempercepat pemahaman tentang fungsi gen dan penyakit.
Teknologi CRISPR telah membuka jalan baru dalam pengembangan vaksin yang lebih cepat, aman, dan efektif. Penggunaannya meliputi berbagai penyakit menular seperti COVID-19, HIV, dan TBC, serta aplikasi imunoterapi kanker. Penelitian terus berlanjut untuk memastikan efisiensi dan keamanan teknologi ini sebelum diimplementasikan secara luas. Meskipun masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, CRISPR telah menunjukkan potensi besar untuk menjadi salah satu metode inovatif dalam terapi kanker. Keberhasilannya dapat merevolusi pendekatan pengobatan kanker di masa depan.
PENUTUP
Dengan cukup banyaknya topik terkait DNA/RNA atau Genom yang dipilih oleh Majelis Nobel di Karolinska Institute sebagai pemenang Nobel dalam 5 tahun terakhir ini, mengindikasikan bahwa bidang DNA/RNA atau Genom menarik perhatian para peneliti global untuk dijadikan objek penelitiannya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena DNA/RNA atau Genom merupakan bagian terpenting dalam kehidupan makhluk hidup meliputi hewan, tanaman, manusia, dan mikroorganisme.
Fisika, Kimia, dan Fisiologi atau Kedokteran adalah tiga bidang yang disediakan oleh Yayasan Nobel pada awal dimulainya Penghargaan Nobel yang diberikan pada tahun 1901. Memang Fisika, Kimia, Fisiologi atau Kedokteran merupakan ilmu yang saling terkait atau interdisipliner untuk memahami kehidupan. Sedangkan DNA, RNA dan Genom dianggap sebagai mesin kimia sel hidup yang menentukan kehidupan dan keberlanjutan kehidupan suatu organisme. Oleh karena itu penelitian terkait DNA/RNA atau Genom cukup banyak peminat atau pelakunya.
Temuan penting Ambros dan Ruvkun tentang RNA mikro atau miRNA yang berperan dalam regulasi ekspresi gen, antara lain dengan cara mengikat messenger RNA (mRNA) spesifik dan menghambat proses translasi atau menyebabkan degradasi mRNA. Dalam konteks kanker, RNA-mikro ini dapat digunakan sebagai alat terapi karena perannya yang penting dalam mengatur gen yang terkait dengan pertumbuhan sel, apoptosis, dan metastasis. Temuan ini diharapkan dapat menginspirasi peneliti terkait untuk mengadopsi dan mengembangkan penelitian tersebut di Indonesia dengan menjalin kerjasama kepada Tim peneliti tersebut.
Dari temuan Kariko dan Weissman dalam mengembangkan vaksin menggunakan mRNA untuk mengatasi Covid-19, mungkin dapat menginspirasi para peneliti Indonesia mengadopsi teknologi tersebut untuk digunakan pada penyakit-penyakit yang belum dapat diatasi di Indonesia seperti penyakit DBD, HIV atau penyakit tropis lainnya. Paling tidak keterampilan ini dapat dimanfaatkan kelak jika terjadi pandemi. Demikian juga dengan Teknik gunting genetika edit gen CRISPR-Cas9 yang ditemukan Charpentier dan Doudna dapat menginspirasi peneliti kita untuk memanfaatkannya di bidang pertanian maupun kesehatan atau bidang lainnya.
Penemuan Svante Pääbo dapat menginspirasi peneliti Antropologi arkeologi dan Paleontologi Indonesia untuk bekerjasama dengan tim peneliti Pääbo dalam mengungkapkan fosil Homo Floresiensis yang berusia sekitatar 100.0000 – 50.000 tahun yang ditemukan pada tahun 2003. Homo floresiensis adalah spesies hominin yang pernah hidup di Pulau Flores, Indonesia. Spesies ini ditemukan fosilnya pertama kali pada tahun 2003 di Liang Bua, sebuah gua di Flores. Karena ukurannya yang kecil, Homo floresiensis sering dijuluki sebagai “hobbit.” Mungkin nantinya dapat mengungkap asal usul, evolusi dan migrasi manusia di wilayah Indonesia.
Rata-rata penerima Nobel memerlukan waktu yang cukup lama sejak penelitian pertamanya dipublikasikan. Karena memang dinilai manfaat temuannya tidak hanya sekedar publikasinya, namun dinilai juga manfaat atau prospek manfaatnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun manfaat untuk kehidupan dan kesejahteraan umat manusia di dunia seperti dalam mengatasi kanker dan penyakit-penyakit lainnya. Pada umumnya pemenang Nobel memerlukan waktu 10-30 tahun sejak awal mempublikasikan hasil penelitiannya yang dianggap penting sampai terbukti bahwa hasil temuannya tersebut memperlihatkan manfaat yang besar untuk kehidupan manusia. Penelitian umumnya dilakukan berjangka panjang dan berkelanjutan diikuti dengan pengkaderan penelitinya termasuk pendanaannya yang berkelanjutan.
Semoga tulisan ini dapat menginspirasi para peneliti muda dalam memilih topik riset yang akan dilakukan, tidak harus terkait DNA, Gen atau Genom namun yang penting akan memberikan manfaat besar baik jangka pendek maupun jangka panjang, baik untuk pangan, kesehatan, penanggulangan penyakit, dlsb. Dapat memberikan semangat untuk berkompetisi dan berprestasi bahkan menimbulkan keinginan untuk memperoleh Nobel, membangun jaringan kerjasama internasional, dlsb.
Ditulis oleh: Prof. Dr. Sjamsul Bahri