Hasil Kerja Sama APPERTANI dan Direktorat Jenderal Perkebunan : Policy Brief Ekspor Kelapa Utuh

Hasil Kerja Sama APPERTANI dan Direktorat Jenderal Perkebunan : Policy Brief Ekspor Kelapa Utuh

Pada awal Desember 2022, Bapak Ditjen Perkebunan menugaskan APPERTANI untuk melakukan kajian cepat kebijakan ekspor kelapa utuh dengan output berupa Policy Brief. Ketua APPERTANI menugaskan Prof. Dr. Irsal Las (Ketua), Prof Syamsul Bahri, Ir. Rasyidin Azwar M.Sc, Ph.D, Dr. Abdul Muis Hasibuan, Dr. Sumedi, Dr. Ismail Maskromo, dan Dr. Adi Setiyanto untuk menyelesaikan PB tersebut dengan dukungan beberapa staf Ditjen Perkebunan. Hasil PB lengkap telah disampaikan kepada Bapak Ditjen Perkebunan yang isi ringkasannya sebagai berikut:

Kelapa merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan Indonesia setelah kelapa sawit dan karet, baik secara ekonomi maupun perdagangan dan industri. Luas perkebunan kelapa pada tahun 2022 mencapai 3,33 juta hektar, dimana 99% merupakan perkebunan rakyat, dengan melibatkan lebih dari 6 juta kepala keluarga petani.  Produksi kelapa rata-rata mencapai 15,4 miliar butir per tahun dan kebutuhan dalam negeri sebesar 11,1 milyar butir untuk kebutuhan rumah tangga sekitar 1,5 miliar butir dan industri 9,6 miliar butir, sehingga terindikasi bahwa produksi surplus sekitar 4,3 milyar butir per tahun.

Ekspor kelapa dalam bentuk kelapa utuh sering kali menimbulkan polemik karena pada satu sisi ia merupakan peluang dan pada sisi lain bisa dinilai juga ancaman. Peluang yang diperoleh adalah menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan sehingga harga tidak turun dan meningkatkan pendapatan petani. Sementara ancamannya adalah (a) potensi kerugian ekonomi karena kehilangan nilai tambah produk yang dapat dihasilkan dalam pemanfaatan semua komponennya; (b) industri kelapa dalam negeri tidak berkembang, terutama pengolahan air, sabut dan tempurung; (c) hilangnya kesempatan investasi dan tenaga kerja; dan (d) aspek keamanan sumber daya genetik. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian kebijakan dalam ekspor kelapa utuh dengan memperhatikan kepentingan ekonomi, sosial, hubungan kerjasama perdagangan global, dan keamanan sumber daya genetik kelapa.  Dari kajian yang dilakukan, diperoleh saran atau rekomendasi sebagai berikut:

Dalam jangka pendek: (a) ekspor kelapa utuh terutama dari tipe kelapa Dalam dapat dilanjutkan dengan dilengkapi sertifikat asal barang (certificate of origin); (b) khusus untuk ekspor tipe kelapa Genjah dan kelapa khas/eksotik diperlukan pengaturan khusus; (c) perlu dilakukan sosialisasi dan advokasi kepada pelaku usaha secara intensif guna pengamanan SDG kelapa unggul eksotik; (d) perlu perbaikan tata kelola perdagangan kelapa untuk menjamin tingkat harga yang adil bagi petani; dan (e) Kementerian Pertanian c.q. Ditjen Perkebunan perlu melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan K/L terkait seperti Kemendag, Kemenperin, Kemenkeu, dan lain-lain untuk sinkronisasi kebijakan dan tata kelola perdagangan dan pengembangan industri hilir kelapa.

Dalam jangka menengah: (a) mendorong pengembangan industri hilir kelapa guna meningkatkan nilai tambah produk, menyerap kelebihan produksi kelapa dalam negeri, serta menyerap tenaga kerja; (b) dapat dipertimbangkan penerapan pajak ekspor untuk ekspor kelapa utuh; (c) mendorong peningkatan produksi dan produktivitas kelapa nasional melalui program intensifikasi, peremajaan dan ekstensifikasi; (d) mendorong terbentuknya kemitraan yang saling menguntungkan antara pekebun/kelompok pekebun dengan industri hilir agar ada jaminan pasokan bahan baku buat industri, di sisi lain ada jaminan harga bahan baku; dan (e) perlu ada kajian yang menghitung keterkaitan (dampak) kenaikan volume ekspor kelapa utuh terhadap kemungkinan berkurangnya pasokan bahan baku industri kelapa dalam negeri.

Dalam jangka panjang; pengembangan teknologi perlindungan varietas melalui penelitian dan pengembangan serta pengembangan infrastruktur pengujian, seperti pengujian marka molekuler dan DNA sehingga Indonesia memiliki informasi “sidik jari” varietas kelapa dari Indonesia.